Salam Multikultural. . .

Selamat Datang Kawan-kawan semua.
Salam perkenalan dari saya.


Spirit Sosiologi...!!!!
:)

Popular Posts


Sosiologi Pariwisata

Posted in Senin, 23 Januari 2012
by satria

JURUSAN/PRODI : PENDIDIKAN SOSIOLOGI SEMESTER : GENAP/UAS/Th.2012 MATA KULIAH : SOSIOLOGI PARIWISATA DOSEN : V. Indah Sri Pinasti, M, Si. SOAL. 1. Sektor pariwisata yang sedang digalakkan sekarang ini menurut anda sebagai penghilang atau pelestari kebudayaan? 2. Pariwisata terkait erat dengan berbagai sektor dalam masyarakat. Benarkah bahwa pariwisata identik dengan adanya penyakit social seperti pelacuran, kriminal dan narkoba? 3. Pentingkah pariwisata bagi Negara Indonesia! Bagaimana Pendapat anda? 4. Pariwisata mempunyai fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia, masyarakat, kelompok, oprganisasi dan kebudayaan. Jelaskan! 5. Apa saran anda tentang kepariwisataan di Indonesia? PENYELESAINAN: 1. Menurut saya sector pariwisata yang digalakkan sekarang ini oleh Pemerintah Indonesia lebih kepada sebagai pelestari kebudayaan bukan penghilang kebudayaan. Alasannya adalah pemerintah telah berfikir dengan matang dalam pengembangan sector kepariwisataan di Indonesia. Faktanya adalah pemerintah sekarang sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan kepariwisataan seperti Museum. Contohnya Monjali. Berdasarkan hasil Observasi yang pernah dilakukan, pemerintah terus mengadakan perbaikan dan menyusun strategi promosi kepariwisataan khususnya museum sebagai pelestari kebudayaan. Banyak hal yang dilakukan seperti pengadaan taman, penambahan area dan wahana bermain keluarga serta ke khasan tempat wisata itu sendiri sebagai penarik wisatawan lokan, nasional maupun internasional. Museum di Indonesia didirikan dengan tujuan untuk menciptakan kelembagaan yang melakukan pelestarian warisan budaya dalam arti yang luas, artinya bukan hanya melestarikan fisik benda-benda warisan budaya, tetapi juga melestarikan makna yang terkandung di dalam benda-benda itu dalam sistem nilai dan norma. Dengan demikian, warisan budaya yang diciptakan pada masa lampau tidak terlupakan, sehingga dapat memperkenalkan akar kebudayaan nasional yang digunakan dalam menyusun kebudayaan nasional. Museum sangat berperan dalam pengembangan kebudayaan nasional, terutama dalam pendidikan nasional, karena museum menyediakan sumber informasi yang meliputi segala aspek kebudayaan dan lingkungan. Museum menyediakan berbagai macam sumber inspirasi bagi kreativitas inovatif yang dibutuhkan dalam pembangunan nasional. Namun, museum harus tetap memberikan nuansa rekreatif bagi pengunjungnya. Kurator perlu melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan koleksi serta menyusun tulisan yang bersifat ilmiah dan populer. Hasil penelitian dan tulisan tersebut dipublikasikan kepada masyarakat, dalam kegiatan ini kurator bekerja sama dengan bagian publikasi. Di samping itu, kurator dengan bagian publikasi dapat memanfaatkan kemajuan teknologi dengan pembuatan CDROM dan homepage museum. Untuk menginformasikan koleksi yang dipamerkan di ruang pamer kepada pengunjung secara lengkap dan sistematis, maka kurator perlu bekerja sama dengan bagian edukasi. Sebagai lembaga pelestari budaya bangsa, museum harus berasaskan pelayanan terhadap masyarakat. Program-program museum yang inovatif dan kreatif dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap museum. Contoh lainnya adalah Pengembangan TMII di Jakarta. Proyek miniatur Taman Mini Indonesia Indah atau populer disebut TMII, kini sudah jauh berkembang dari keadaan pada awal dibangun 1972 dan diresmikan tanggal 20 April 1975 . TMII merupakan kawasan wisata yang unik. Keragaman bangsa Indonesia dapat terlihat di setiap tempat-tempat yang ada di TMII. Berbagai aspek kekayaan alam dan budaya Nusantara sampai pemanfaatan teknologi modern dihadirkan di areal seluas 150 hektare. Dengan fasilitas yang ada antara lain, 32 anjungan daerah, arsipel Indonesia, Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Istana Anak Anak Indonesia, 11 unit taman antara lain Taman Burung, Taman Akuarium Air Tawar, Taman Bunga Keong Emas dan Taman Budaya Tionghoa Indonesia. Kemudian, penampilan 15 museum antara lain Museum Indonesia, Museum Transportasi, Museum Minyak & Gas Bumi. Berbagai sarana hiburan seperti Teater Imax Keong Emas, Kereta Gantung, Aeromovel, Kereta Api Mini, Snow Bay Water Park, semuanya menawarkan nuansa edukatif nan menarik. Sebab itu, tidak berlebihan kiranya tepat di usianya ke-36, TMII patut dikagumi masyarakat Indonesia, bahkan luar negeri. TMII menjadi gambaran suatu rangkuman kebudayaan masyarakat Indonesia yang beraneka ragam. Keberadaan TMII secara tidak langsung dapat ikut melestarikan kebudayaan Indonesia yang mulai terancam, akibat maraknya budaya pop. Selain dapat lebih memahami tentang kebudayaan Indonesia, pengunjung juga dapat menambah ilmu melalui beberapa pengetahuan tentang keagamaan, hiburan, pertanian, maupun sejarah-sejarah yang ada di Indonesia. TMII mampu membangkitkan rasa-rasa kebudayaan terhadap generasi-generasi penerus yang nantinya akan mencintai, menghayati, dan akan terus menerus mengupayakan agar kebudayaan tersebut menjadi yang terbaik. Hal ini terlihat dari upaya TMII melalui sanggar-sanggar pendidikan seninya secara aktif menggugah minat dan apresiasi generasi muda, mulai dari anak-anak hingga dewasa. Upaya pendidikan dan pembinaan ini menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Melalui sasana krida maupun sanggar-sanggar tari dan musik di lingkungan TMII, masyarakat dari berbagai generasi pun dapat bersama-sama mengenal, mempelajari, melestarikan, dan mengembangkan beragam aspek seni budaya Indonesia. Salah satu hal yang patut diapresiasi dari TMII adalah kepeloporan yang secara berkesinambungan dalam membangkitkan minat masyarakat untuk mencintai dan mengunjungi museum. Misalnya, TMII menampilkan sisi kreatif untuk menepis kesan suram dan kuno yang selama ini melekat pada museum-museum di Tanah Air. Museum yang dibangun secara integratif cukup bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam wawasan dan pengetahuan seputar keindonesiaan. Sementara itu bentuk-bentuk bangunan di setiap anjungan daerah merupakan hasil upaya TMII di bidang pelestarian ragam bentuk bangunan arsitektur tradisional. Bentuk dan bangunan arsitektur yang aspiratif dan inspiratif ini harus dipertahankan dan dikembangkan di masa mendatang. Bangunan modern di TMII juga mengacu konsep masa depan namun tetap mengakar pada tradisi dan filosofi Indonesia. Tak hanya itu, sektor industri kecil tidak luput dari bidikan TMII. Para perajin benda-benda seni dari berbagai daerah secara konsisten diberi kesempatan dan dibina untuk menampildan karya seni sebagai warisan budaya bangsa, sekaligus memasarkan hasil buah tangannya. Berkat sumbangsihnya itu, dalam ulang tahunnya ke-36, TMII mendapatkan dua buah kado. Pertama TMII ditetapkan sebagai lembaga pelestari budaya Indonesia. Kado yang diberikan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik tersebut dilakukan sekaligus peresmian prasasti di Gedung Teater Tanah Airku TMII. Kado kedua adalah pemerintah mengajukkan TMII sebagai nominasi Penciptaan Ruang Budaya untuk Perlindungan, Pengembangan, dan Pendidikan Warisan Budaya 2011 yang diselenggarakan Unesco. Kesimpulan : Memang, jika dilihat faktanya ada juga akibat adanya pengembangan sector wisata, terutama wisata pantai itu bias menjadi penghilang kebudayaan karena banyaknya kebudayaan luar yang masuk dan terjadinya proses alkulturasi, asimilasi dan difusi kebudayaan. Tapi sebenarnya tujuan pengembangan di setiap sector pariwisata pasti kea rah pelestari kebudayaan walaupun masih sedikit kecolongan dengan adanya kasus-kasus yang mencorenng kepariwisataan di Indonesia. Tapi secara keseluruhan Pengembangan sector pariwisata di Indonesia sudah enuju kepada pelestari kebudayaan. 2. Pariwisata memang terkait erat dengan berbagai sektor dalam masyarakat. Akibat dekatnya keterkaitan masyarakat dengan sector pariwisata, menjadikan pariwisata sedikit identik dengan adanya penyakit social seperti pelacuran, kriminal dan narkoba. Tidak semua pariwisata identik dengan adanya penyakit social. Tetapi memang di tempat wisata juga terjadi yang namanya penyimpangan social. Pengertian dari penyimpangan sosial: Bentuk Perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Bruce J. Cohen, ukuran yang menjadi dasar adanya penyimpangan bukan baik atau buruk, benar atau salah menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan ukuran norma dan nilai sosial suatu masyarakat. Adanya ketidaksesuaian perilaku yang dilakukan masyarakat di dalam lingkuan pariwisata mengakibatkan berkembanganya penyakit social seperti, pelacuran, criminal dan narkoba. Buktinya adalah pada hasil observasi yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa pendidikan sosiologi UNY yang dalam presentasi hasil penelitiannya menyebutkan hamper sebagian tempat pariwisata identik dengan penyakit social, seperti di Pantai Parangteritis, Malioboro, Masangin, dan Perambanan. Disana banyak terjadi fenomena-fenomena social yang terkait dengan penyakit social masyarakat. Seperti pelacuran, criminal, dan narkoba. 3. Menurut saya pariwisata berperan penting bagi Negara Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya data statistic yang di dapatkan. Wisata Indonesia memegang peranan yang cukup penting bagi sector ekonomi Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan penerimaan devisa negara dari sector pariwista yang menempati urutan ketiga setelah komoditi migas dan kelapa sawit. Data statistik pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah wistawan mancanegara yang datang dan berkunjung ke Indonesia mencapai lebih dari 7 juta jiwa atau mengalami kenaikan sebesar 10.74 % dari tahun sebelumnya. Kenaikan jumlah wisatawan mancanegara ini diperkirakan menyumbang devisa bagi negara sebesar 7.6 juta USD. berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, terdapat 11 provinsi yang menjadi tujuan utama para wisatawan mancanegara. Adapun ke sebelas propinsi yang dimaksud adalah Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Banten dan Sumatera Barat. Sekitar 59 % dari jumlah turis yang berkunjung ke Indonesia memiliki tujuan untuk berlibur, sementara 38 % lainnya berkunjung ke Indonesia dengan alasan bisnis. Sedikit deskripsi tentang Wisata Indonesia, Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia. Dengan letak geografis nya yang di apit oleh benua Asia dan Australia, negara ini dikatan sebagai negara yang memiliki iklim tropis. Selain beriklim tropis, Indonesia juga dikenal sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai hingga 17.000-an yang tersebar diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia dengan jumlah penduduk dan kebudayaan yang beragam. Berbicara mengenai keanekaragaman Pariwisata Indonesia, tentu tidak akan ada habisnya. Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya serta memiliki ke indahan alam yang selalu menyuguhkan keindahan tersendiri. Belum lagi jika kita membicarakan keindahan alam Indonesia yang masih belum terjamah oleh kemajuan pembangunan. Udara sekitar yang disuguhkan oleh alam terasa begitu sejuk sehingga akan membawa kita untuk melupakan rutinitas kita sejenak. Keanekaragaman pariwisata Indonesia memiliki daya tarik tersendiri untuk siapapun. Tidak hanya bagi wisatawan domestik, keindahan alam yang dimiliki Indonesia juga mampu menarik minat wisatawan mancanegara untuk berkunjung. Saat berkunjung ke Indonesia, kita dapat memilih jenis pariwisata apa yang paling diminati, dimulai dari wisata air hingga wisata budaya yang bisa kita temukan dari sabang hingga marauke dengan ciri khas nya masing-masing. Jadi pariwisata memiliki peranan penting bagi Negara Indonesia. Sudah sepatutnya pemerintah melakukan pengembangan di sector pariwisata menuju Visit Indonesia 2012. 4. Pariwisata mempunyai fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia, masyarakat, kelompok, organisasi dan kebudayaan. Pariwisata adalah fenomena kemasyarakatan yang menyangkut manusia, masyarakat, keompok, organisasi, kebudayaan dan sebagainya. Kajian sosial terhadap kepariwisataan belum begitu lama, hal ini disebabkan pada awalnya pariwisata lebih dipandang sebagai kegiatan ekonomi dan tujuan pengembangan kepariwisataan adalah untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, baik untuk pemerintah maupun masyarakat karena kepariwisataan menyangkut manusia dan masyarakat maka kepariwisataan dalam laju pembangunan tidak dapat dilepaskan dari pengaruh aspek sosial. Karena makin disadari bahwa pembangunan kepariwisataan tanpa memperhatikan pertimbangan aspek sosial yang matang akan membawa malapetaka bagi masyarakat, khususnya di daerah pariwisata. Kepariwisataan adalah sesuatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat setempat sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Dampak pariwisata terhadap masyarakat seringkali dilihat dari hubungan antara masyarakat dengan wisatawan yang menyebabkan terjadinya proses komoditisasi dan komersialisasi dari keramah-tamahan masyarakat lokal (Pitana 2005 : 83). Menurut Cohen dalam Pitana (2008) menyatakan bahwa sosiologi pariwisata adalah cabang keahlian yang memusatkan perhatian kepada motivasi turistik, peraturan-peraturan, hubungan, dan institusi dan akibatnya pada wisatawan dan kelompok-kelompok yang berkaitan dengan wisatawan tersebut. Karena pariwisata menyangkut manusia dan masyarakat, maka pariwisata sangat sesuai untuk dijadikan objek dari sosiologi. Berkembanglah kemudian kajian-kajian sosiologi tentang pariwisata yang lebih lanjut menjadi cabang sosiologi tersendiri yang disebut sosiologi pariwisata. Secara singkat (Pitana, 2008) menyatakan bahwa sosiologi pariwisata adalah cabang dari sosiologi yang mengkaji masalah-masalah kepariwisataan dalam berbagai aspeknya. Dapat juga dikatakan bahwa sosiologi pariwisata adalah kajian tentang kepariwisataan dengan menggunakan perspektif sosiologi, yaitu penerapan prinsip, konsep, hukum, paradigma dan metode sosiologi di dalam mengkaji masyarakat dan fenomena pariwisata, untuk selanjutnya berusaha mengembangkan abstraksi-abstraksi yang mengarah kepada pengembangan teori. Pendefinisian ini dapat dianalogikan dengan cabang-cabang sosiologi lainnya, seperti sosiologi agama, sosiologi pembangunan, sosiologi hukum dst. Analisis sosiologis terhadap pariwisata sangat penting dilakukan, karena : a. Pariwisata telah menjadi aktivitas sosial ekonomi dominan dewasa ini, bahkan disebut-sebut sebagai industri terbesar sejak akhir abad 20, yang juga menyangkut pergerakan barang, jasa dan manusia dalam skala terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah manusia. b. Pariwisata bukanlah suatu kegiatan yang beroprasi dalam ruang hampa. Pariwisata sangat terkait dengan masalah sosial, politik, ekonomi, keamanan, ketertiban, keramah-tamahan, kebudayaan, kesehatan, termasuk berbagai institusi sosial yang mengaturnya. c. Pariwisata bersifat sangat dinamis, sehingga setiap saat memerlukan analisis atau kajian yang lebih tajam. Sebagai suatu aktivitas dinamis, pariwisata memerlukan kajian terus menerus (termasuk dari aspek sosial budaya), yang juga harus dinamis, sehingga pembangunan pariwisata bisa memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, khususnya masyarakat lokal d. Pariwisata tidaklah eksklusif, dalam arti bahwa pariwisata bukan saja menyangkut bangsa tertentu, melainkan juga dilakukan oleh hampir semua ras, etnik dan bangsa, sehingga pemahaman aspek-aspek sosial budaya sangat penting. e. Pariwisata selalu mempertemukan dua atau lebih kebudayaan yang berbeda, yang mempunyai perbedaan dalam norma, nilai, kepercayaan, kebiasaan dan sebagainya. Pertemuan manusia atau masyarakat dengan latar belakang sosial-budaya yang berbeda akan menghasilkan berbagai proses akulturasi, dominasi, asimilasi, adopsi, adaptasi, dalam kaitan hubungan antar budaya yang tentunya merupakan salah satu isu sentral dalam sosiologi. f. Dewasa ini pariwisata sudah hampir menyentuh semua masyarakat dunia, sampai kepada masyarakat-masyarakat terpencil. Pariwisata sudah terbukti menjadi salah satu primeover dalam perubahan sosial budaya, sedangkan perubahan sosial budaya merupakan aspek kemasyarakatan yang menjadi salah satu fokus kajian sosiologi. g. Berkembangnya berbagai lembaga, baik ditingkat lokal, regional, ataupun internasional, yang terkait dalam pariwisata, juga merupakan salah satu perhatian dalam sosiologi, sebagaimana sebelumnya sosiologi telah membahas berbagai aspek modernisasi dan dependensi dari hubungan antar negara. Pariwisata merupakan “an agen of cultural changes” yang dapat mempengaruhi perjalanan orang-orang, cara berfikir masyarakat yang dikunjungi, tata cara dan alat adat istiadat penduduk yang dikunjungi serta upacara-upacara keagamaan.memang benar bahwa dengan berkembangnya kepariwisataan, orang-orang yang bebas bergerak dari suatu tempat ke temapat, dari lingkungan ke lingkungan yang lain yang sama sekali berbeda adat dan kebiasaanya. Para wisatawan baik wisatawan local maupun mancanegara yang mengunjungi suatu daerah mempunyai tingkah laku dan keinginan yang berbeda, bahkan bertolak belakang dengan tingkah laku masyarakat dan penduduk setempat. 5. Saran bagi kepariwisataan di Indonesia : • Perlu adanya perubahan peran Pemerintah dibidang kebudayaan dan pariwisata yang pada masa lalu berperan sebagai pelaksana pembangunan, saat ini lebih difokuskan hanya kepada tugas-tugas pemerintahan terutama sebagai fasilitator agar kegiatan pariwisata yang dilakukan oleh swasta dapat berkembang lebih pesat. Peran fasilitator disini dapat diartikan sebagai menciptakan iklim yang nyaman agar para pelaku kegiatan kebudayaan dan pariwisata dapat berkembang secara efisien dan efektif. • sektor pariwisata pun diharapkan dapat menggerakan ekonomi rakyat, karena dianggap sektor yang paling siap dari segi fasilitas, sarana dan prasarana dibandingkan dengan sektor usaha lainnya. Harapan ini dikembangkan dalam suatu strategi pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan pariwisata yang berbasis kerakyatan atau community-based tourism development . • Dengan dilaksanakannya otonomi daerah, maka pengembangan dan pembangunan obyek wisata atas dasar • Event-event pariwisata harus disusun secara konsisten sehingga dapat dijadikan acuan para pelaku pariwisata menjual ke berbagai pasar pariwisata dunia. Tanpa event yang tetap dan berkualitas maka akan sulit menarik pengunjung ke lokasi tersebut. • Sarana dan prasarana pariwisata pun harus ditingkatkan kualitasnya terutama yang terkait dengan kesehatan, kebersihan, keamanan dan kenyamanan. • Peningkatan keamanan • Peningkatan kebersihan • Melakukan pembangunan wisata secara optimal dan maksimal, mengingat masih banyak tempat wista yang belum terjama oleh manusia/ masih alami.

Read more

Sosiologi Pariwisata

Posted in Jumat, 30 Desember 2011
by satria

DAMPAK SOSIAL PENGEMBANGAN PARIWISATA TERHADAP MASYARAKAT LOKAL DI KAWASAN TANJUNG BENOA Pembangunan Pariwisata Garis - Garis Besar Haluan Negara mengamanatkan bahwa pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata bertujuan meningkatkan penerimaan devisa, meningkatkan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja, memperkenalkan alam dan budaya nusantara serta mempererat pergaulan antar bangsa. Adapun visi kepariwisataan Indonesia adalah “Pariwisata Menumbuhkembangkan Kesejahteraan dan Perdamaian”. Visi ini mengandung pengertian : 1) pariwisata menjadi andalan pembangunan nasional yang secara seimbang mempertimbangkan bidang ekonomi dan bidang – bidang lainnya, demi kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia; 2) Indonesia menjadi kawasan pariwisata dunia yang mengutamakan pembangunan pariwisata nusantara dan sekaligus sebagai tujuan wisatawan mancanegara (Depbudpar, 2000). Menurut Undang – Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional, maka tujuan pembangunan pariwisata adalah : i) mengembangkan dan memperluas diversifikasi produk dan kualitas pariwisata nasional; ii) berbasis pada pemberdayaan masyarakat, kesenian dan sumber daya (pesona) alam lokal dengan memperhatikan kelestarian seni dan budaya tradisional serta kelestarian lingkungan hidup setempat dan; iii) mengembangkan serta memperluas pasar pariwisata terutama pasar luar negeri (Depbudpar, 2000). Indonesia terus berupaya meningkatkan sektor pariwisata, yang diharapkan terus mampu meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan masyarakat serta berkontribusi pada produk domestik bruto, hal ini sesuai dengan kajian bahwa kalau mesin penggerak penyerapan tenaga kerja pada abad ke – 19 adalah pertanian, pada abad ke – 20 adalah industri manufacturing dan pada abad ke – 21 adalah pariwisata (Dowid J. Villiers, 1999, dalam Salah Wahab, 1999). Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami metamorpose dalam berbagai aspeknya. Dampak sosial- pariwisata terhadap kehidupan masyarakat lokal merupakan suatu pekerjaan yang sangat sulit, terutama dari segi metodologis. Salah satu kendala yang hampir tidak dapat diatasi adalah banyaknya faktor kontaminasi (contaminating factors) yang ikut berperan di dalam mempengaruhi perubahan yang terjadi, seperti pendidikan, media massa, transportasi, komunikasi, maupun sektor-sektor pembangunan lainnya menjadi wahana dalam perubahan sosial-budaya, serta dinamika internal masyarakat itu sendiri. Douglas dan Douglas (1996: 49) mengingatkan bahwa berbagai perubahan sosial-budaya yang terjadi tidak dapat sepenuhnya dipandang sebagai dampak pariwisata semata-mata. Hal ini adalah karena pariwisata terjalin erat dengan berbagai aktivitas lain, yang mungkin pengaruhnya lebih besar, atau sudah berpengaruh jauh sebelum pariwisata berkembang. Di dalam melihat dampak sosial-budaya pariwisata terhadap masyarakat setempat, masyarakat tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang “internally totally integrated entity”, melainkan harus juga dilihat segmen-segmen yang ada, atau melihat berbagai interest groups, karena dampak terhadap kelompok sosial yang satu belum tentu sama- bahkan bisa bertolak belakang- dengan dampak terhadap kelompok sosial yang lain. Demikian juga mengenai penilaian tentang positif dan negatif, sangat sulit untuk digeneralisasi untuk suatu masyarakat, karena penilaian positif atau negatif tersebut sudah merupakan penilaian yang mengandung ‘nilai‘ (value judgement), sedangkan nilai tersebut tidak selalu sama bagi segenap kelompok masyarakat. Artinya, dampak positif ataupun negatif masih perlu dipertanyakan, “positif menurut siapa dan negatif menurut siapa?” (Pitana, 1999). Tanjung Benoa Dahulu dan Sekarang Dalam penelitian yang dilakukan oleh Susiadi et al. pada tahun 2001, masyarakat Tanjung Benoa sekitar 17,01 % dari total usia kerja bermatapencaharian di sektor perikanan terutama perikanan penyu, pedagang perikanan ini terdiri dari beraneka suku di Indonesia (Bugis, Flores, Sulawesi, Madura, dan lain-lain) tetapi mayoritas (87,5 per sen) adalah suku Bali (Susiadi et al., 2001: 31 dan 36). Mathieson dan Wall (1982) menemukan bahwa pariwisata telah mengubah struktur internal dari masyarakat, sehingga terjadi pembedaan antara mereka yang mempunyai hubungan dengan pariwisata dan mereka yang tidak. Jadi, keterkaitan pariwisata menjadi salah satu pemisah atau pembeda dalam masyarakat. Krippen­dorf (1987) lebih lanjut melaporkan bahwa pariwisata mempunyai sifat kolonialistis, sehingga merebut independensi masyarakat lokal di dalam proses pengambilan keputusan. Burns and Holden (1995) juga menyebutkan bahwa pariwisata memberikan keun­tungan sosial-ekonomi pada satu sisi, tetapi di sisi lain membawa ketergantungan dan ketimpangan sosial, atau memperparah ketimpangan yang telah ada. Dua puluh lima tahun lalu, desa ini terkenal sebagai desa nelayan yang miskin. Penduduknya hanya mengandalkan lahan kering sebagai mata pencaharian. Tanaman jagung, singkong dan kedelai adalah makanan sehari-hari warga Tanjung Benoa. "Dulu, tak ada yang mau tinggal di sini, meski diberi tanah secara gratis," ujar Lurah Tanjung Benoa I Wayan Dibia Adnyana kepada rombongan Kelompok Media Bali Post (Bali Post, Bali Travel News, Bali TV), baru-baru ini. Namun sekarang, katanya menambahkan, harga sejengkal tanah di sini mencapai ratusan ribu rupiah. ''Ya... paling murah Rp 100 juta untuk 100 meter persegi tanah, dan sulit mendapatkannya.'' Dulu, kawasan pesisir Tanjung Benoa tercatat sebagai wilayah miskin di Bali. Sampai-sampai ada orang yang malu mengaku berasal dari sana. Kini, kawasan ini telah menjadi salah satu daerah kaya di Bali dengan income utama masyarakatnya dari jasa pariwisata. Penghasilan bersih masyarakatanya -- setelah dipotong untuk kebutuhan sehari-hari -- paling rendah Rp 1.500.000/bulan, dua kali lipat dibandingkan dengan pendapatan per kapita penduduk Badung -- kabupaten terkaya di Bali -- yang hanya Rp 10.100.465,01/tahun (data statistik Kabupaten Badung tahun 2000). Dilihat dari komposisi penduduknya, Kelurahan Tanjung Benoa termasuk wilayah yang sangat heterogen. Selain dihuni oleh sebagian besar etnis Bali, penduduk desa ini juga berasal dari Sulawesi dan Madura. Lebih-lebih belakangan ini, ketika pariwisata berkembang pesat di wilayah Tanjung Benoa, maka penduduknya tak hanya orang Indonesia, tetapi mereka datang dari seluruh penjuru dunia. Kini tidak hanya Kuta boleh memproklamasikan diri sebagai ''kelurahan internasional'', juga Tanjung Benoa. Bahkan, pernah dalam satu hotel, yaitu Club Mirage -- masuk kawasan wisata Tanjung Bnenoa -- dihuni wisatawan yang berasal dari 32 negara di dunia. Selain heterogen, Kelurahan Tanjung Benoa juga memiliki keragaman agama: Hindu mayoritas, menyusul Buddha, Islam, Kristen dan Katolik. Di sana juga ada kelenteng, tempat ibadah kaum Kong Ho Chu. Melihat keunikan wilayah Tanjung Benoa sebagai salah satu resor wisata di Bali, Kelompok Media Bali Post mengangkat tema liputan Kawasan Tanjung Benoa sebagai liputan bersama. Kawasan ini diharapkan mampu berkembang lewat industri tak berasap, pariwisata ini. Bagaimana mereka berbenah diri sehingga tak muncul jadi daerah kumuh seperti kota-kota yang sedang berkembang lainnya di Bali dan Indonesia? Kami berusaha menghubungi pihak perencanaan kota di pemerintahan Kabupaten Badung. Kami juga mendapat summary dari Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Pesisir Pantai Tanjung Benoa. Yang jelas, di sana telah tersusun rencana masa depan Tanjung Benoa yang indah nan menawan. Dibangunnya 12 hotel di kawasan eksklusif BTDC tahun 1980-an, memang sempat membuat para perencana kawasan ini bertanya-tanya, "Desa Tanjung Benoa yang menjadi tetangga utara BTDC akan diapakan?" Semula di Tanjung Benoa ini hanya diperkirakan cocok dibangun perumahan untuk menampung ribuan karyawan hotel yang bekerja di kawasan BTDC, di samping aktivitas wisata tirta kecil-kecilan. Kenyataannya 20 tahun kemudian, kawasan ini berkembang pesat. Tanah yang telah dikuasai investor kemudian dibangun hotel-hotel yang justru menjadi saingan BTDC. Di kawasan ini sekarang, selain berdiri berbagai jenis hotel (melati, bintang 1, 2, 3, 4, 5, dan butik), atraksi wisata tirtanya yang terbesar dan terlengkap di Bali. Khusus wisata tirta BMR (Benoa Marine Recreation) -- ini yang mengagumkan -- sepenuhnya dikelola oleh penduduk. Sisi baik dan buruk, positif dan negatif, memang sangat tipis batasnya manakala kita berbicara soal kepariwisataan. Ini terlihat juga di Tanjung Benoa. Dulu, akibat kurang terkendalinya pembangunan, sempat muncul kekumuhan di kawasan ini. Masyarakat membangun berbagai fasilitas kepariwisataan sekendak hati. Mereka tidak lagi mengikuti norma-norma aturan seperti tetangganya, BTDC. Dulu, Tanjung Benoa sama dan sebangun dengan Sanur, Kuta, Candidasa, Lovina, Seminyak, dan Legian. Untung para pengusaha yang ada di lingkungan Tanjung Benoa cepat sadar, kemudian mereka membentuk Komite Tanjung Benoa tahun 1996. Tujuannya, selain untuk promosi bersama agar Tanjung Benoa sebagai resor wisata semakin dikenal, komite juga mengelola dan menata lingkungan sekitarnya. Masalah sampah dan kebersihan jadi sasaran utama pihak komite sehingga mampu mengubah suasana kumuh menjadi Tanjung Benoa yang bersih dan nyaman. Lalu, dibentuklah pasukan Green Team di masing-masing hotel. Dampak Sosial Pariwisata Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami metamorphose dalam berbagai aspeknya. Dampak pariwisata merupakan wilayah kajian yang paling banyak mendapatkan perhatian dalam literatur, terutama dampak terhadap masyarakat lokal. Di lain pihak, dampak pariwisata terhadap wisatawa dan/atau negara asal wisatawan belum banyak mendapatkan perhatian. Meskipun pariwisata juga menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat secara politik, keamanan, dan sebagainya, dampak pariwisata terhadap masyarakat dan daerah tujuan wisata yang banyak mendapat ulasan adalah: Dampak terhadap sosial-ekonomi. Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi delapan kelompok besar (Cohen, 1984), yaitu: 1. Dampak terhadap penerimaan devisa, 2. Dapat terhadap pendapata masyarakat, 3. Dampak terhadap kesempatan kerja, 4. Dampak terhadap harga-harga, 5. Dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan, 6. Dampak terhadap kepemilikan dan control 7. Dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan 8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah. Dampak Sosial Budaya Secara teoritikal-idealistis, antara dampak sosial dan dampak kebudayaan dapat dibedakan. Namun demikian, Mathieson and Wall (1982:37) menyebutkan bahwa there is no clear distinction between social and cultural phenomena, sehingga sebagian besar ahli menggabungkan dampak sosial dan dampak budaya di dalam pariwisata ke dalam judul ‘dampak sosial budaya’ (The sosiocultural impact of tourism in a broad context). Studi tentang dampak sosial budaya pariwisata selama ini lebih cenderung mengasumsikan bahwa akan terjadi perubahan sosial-budaya akibat kedatangan wisatawan, dengan tiga asumsi yang umum, yaitu: (Martin, 1998:171): 1. Perubahan dibawa sebagai akibat adanya intrusi dari luar, umumnya dari sistem sosial-budaya yang superordinat terhadap budaya penerima yang lebih lemah; 2. Perubahan tersebut umumnya destruktif bagi budaya indigenous; 3. Perubahan tersebut akan membawa pada homogenisasi budaya, dimana identitas etnik lokal akan tenggelam dalam bayangan sistem industri dengan teknologi barat, birokrasi nasional dan multinasional, a consumer-oriented economy, dan jet-age lifestyles. Asumsi di atas menyiratkan bahwa di dalam melihat dampak sosial-budaya pariwisata terhadap masyarakat setempat, pariwisata semata-mata dipandang sebagai faktor luar yang menghantam masyarakat. Asumsi ini mempunyai banyak kelemahan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wood (1984), selama ini banyak peneliti yang menganggap bahwa pengaruh pariwisata dapat dianalogikan dengan ‘bola-bilyard’, di mana objek yang bergerak (pariwisata) secara langsung menghantam objek yang diam (kebudayaan daerah), atau melalui objek perantara (broker kebudayaan). Dalam hal ini tersirat juga asumsi bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang diam, tidur, atau pasif, dan seolah-olah kebudayaan tersebut adalah sesuatu yang homogen. Pendekatan seperti ini mengingkari dinamika masyarakat dimana pariwisata mulai masuk, dan tidak mampu melihat berbagai respons aktif dari masyarakat terhadap pariwisata. Wood selanjutnya menganjurkan, di dalam melihat pengaruh pariwisata terhadap masyarakat (kebudayaan) setempat, harus disadarai bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang secara internal terdeferensiasi, aktif, dan selalu berubah. Oleh karena itu pendekatan yang kiranya lebih realistis adalah dengan menganggap bahwa pariwisata adalah ‘pengaruh luar yang kemudian terintegrasi dengan masyarakat’, dimana masyarakat mengalami proses menjadikan pariwisata sebagai bagian dari kebudayaannya, atau apa yang disebut sebagai proses ‘turistifikasi’ (touristification). Di samping itu perlu juga diingat bahwa konsekuensi yang dibawa oleh pariwisata bukan saja terbatas pada hubungan langsung host-guest. Pengaruh di luar interaksi langsung ini justru lebih penting, karena mampu menyebabkan restrukturisasi pada berbagai bentuk hubungan di dalam masyarakat (Wood, 1984). Secara teoritis, Cohen (1984) mengelompokkan dampak sosial budaya pariwisata ke dalam sepuluh kelompok besar, yaitu: 1. Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk tingkat otonomi atau ketergantungannya; 2. Dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat; 3. Dampak terhadap dasar-dasar organisasi/kelembagaan sosial; 4. Dampak terhadap migrasi dari dan ke daerah pariwisata; 5. Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat 6. Dampak terhadap pola pembagian kerja; 7. Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial; 8. Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan; 9. Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan-penyimpangan sosial; dan 10. Dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat. Dampak pariwisata terhadap bidang kesenian, adat istiadat, dan dampak keagamaan mungkin paling menarik untuk dibahas, karena aspek budaya ini merupakan modal dasar pengembangan pariwisata di sebagian besar DTW. Pengaruh terhadap aspek-aspek ini bisa terjadi secara langsung karena adanya proses komoditifikasi terhadap berbagai aspek kebudayaan, atau terjadi secara tidak langsung melalui proses jangka panjang. Sekularisasi berbagai tradisi di Thailand dikhawatirkan akan membawa dampak yang sangat structural dalam jangka panjang karena masyarakat akan kehilangan collective memory, dan interpretasi terhadap berbagai tradisi akan mengalami dekonstruksi. Sementara banyak yang khawatir dengan terjadinya proses kehilangan otentisitas dalam kebudayaan lokal, bagi Urry (1990), kebudayaan memang selalu beradaptasi, termasuk dalam mengahadapi pariwisata, dan di dalam proses tersebut tidak berarti makna atau otentisitas otomatis hilang. Akulturasi merupakan proses yang wajar dalam setiap pertemuan antarbudaya. Namun demikian ia juga mengakui adanya komoditisasi dari berbagai aspek keagamaan, yang memunculkan konflik, karena pengaruh pariwisata. Pendapat ini didukung oleh Burns and Holden (1995), yang melihat perubahan fungsi kebudayaan, karena kebudayaan dipandang sebagai sumberdaya komersial. Mengenai hal ini, Cohen (1988) melihat ada kesan terjadinya dampak negatif akibat adanya komoditisasi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pariwisata telah merusak atau ‘menghancurkan’ kebudayaan lokal. Pariwisata secara tidak langsung ‘memaksa’ ekspresi kebudayaan lokal untuk dimodifikasi, agar sesuai dengan kebutuhan pariwisata. Ekspresi budaya dikomoditifikasi agar dapat ‘dijual’ kepada wisatawan. Hal ini antara lain dikatakan oleh Britton (1977):‘Cultural expression are bastardized in order to be more comprehensible and therefore saleable to mass tourism’ (Britton, 1977: 272). Untuk pariwisata Indonesia khususnya daerah Bali banyak yang mengkhawatirkan akan terjadi pengikisan kebudayaan akibat kebudayaan asing yang menyerbu masuk yang menyebabkan terjadinya pendangkalan terhadap kualitas kebudayaan Bali serta hilangnya bentuk-bentuk sosial yang telah terbukti mampu menopang integritas masyarakat Bali. Dalton (1990, dalam Picard, 1990: 26) mengatakan: “Karena gejala komersialisasi, sebagai salah satu dampak pariwisata, telah menyusupi semua aspek kehidupan orang Bali, maka jelaslah sekarang bahwa jalinan sosial dan keagamaan Bali yang begitu kompleks, ketat dan rapi, akhirnya tercerai berai di bawah pengaruh pariwisata”. Namun tidak semua pengamat pesimis terhadap keberlanjutan kebudayaan Bali. Bahkan cukup banyak ahli sosiologi dan antropologi yang melihat sebaliknya. McKean (1978: 94) menyatakan bahwa perubahan sosial ekonomi sedang terjadi di Bali terjadi secara bergandengan tangan dengan usaha konservasi kebudayaan tradisional. Pariwisata pada kenyataanya telah memperkuat proses konservasi, reformasi, dan penciptaan kembali berbagai tradisi. McKean menilai bahwa pariwisata secara selektif telah memperkuat tradisi lokal, melalui suatu proses yang disebut cultural involution (involusi kebudayaan). Stephen Langsing (1974) secara tegas mengatakan bahwa lembaga tradisional Bali mempunyai vitalitas dan kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi terhadap kondisi-kondisi baru. Dikatakannya bahwa dampak pariwisata di Bali adalah bersifat aditif, dan bukan substitutif. Artinya, dampak tersebut tidak menyebabkan transformasi secara struktural, melainkan terintegrasi dengan kehidupan tradisional masyarakat. Bagus, di sela-sela kekhawatirannya terhadap berbagai dampak negatif, juga mengakui adanya kenyataan bahwa pariwisata telah memberikan kesadaran tentang nilai seni-budaya yang mendorong orang Bali untuk melestarikan kebudayaan, dan bahkan pariwisata telah “mendorong kreativitas dalam berbagai bidang” (1989: 17). Dengan temuan-temuan lapangan seperti ini maka tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa kebudayaan Bali sampai saat ini masih sangat kuat melekat pada identitas orang Bali, dan kekhawatiran bahwa simpul-simpul budaya telah tercerai-berai tidaklah benar. Bahkan pada beberapa sisi, dapat dikatakan bahwa kebudayaan Bali mengalami take-off menuju masa pencerahan (enlightenment). Data lapangan seperti ini telah banyak mengubah pandangan orang yang semula bersikap pesimistis terhadap kelestarian kebudayaan Bali. Analisis Dampak Sosial Pengembangan Pariwisata di Tanjung Benoa Analisis Dampak Sosial Ekonomi No Indikator Sebelum Pengembangan Sesudah Pengembangan dan dampak 1 Dampak terhadap penerimaan devisa Tidak ada penerimaan devisa Ada penerimaan devisa dalam jumlah signifikan (dampak baik) 2 Dampak terhadap pendapatan masyarakat Pendapatan rendah, dari menangkap ikan Pendapatan tinggi, dari berbagai sumber (dampak baik) 3 Dampak terhadap kesempatan kerja Kesempatan kerja rendah Kesempatan kerja tinggi, disektor pariwisata (dampak baik) 4 Dampak terhadap harga-harga Harga harga rendah Harga harga tinggi (dampak kurang baik) 5 Dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan Manfaat belum ada Lebih banyak manfaat daripada kerugian (dampak baik) 6 Dampak terhadap kepemilikan dan control Dominan dikuasai masyarakat lokal Dikuasai sebagian pendatang dan investor (dampak tidak baik) 7 Dampak terhadap pembangunan pada umumnya Pembangunan fisik non fisik lambat Pembangunan fisik non fisik cepat disertai pencemaran (dampak cendrung baik) 8 Dampak terhadap pendapatan pemerintah. Sedikit Banyak dan berlipat Ganda (dampak baik) Analisis Dampak Sosial Budaya No Indikator Sebelum Pengembangan Sesudah Pengembangan dan dampak 1 Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk tingkat otonomi atau ketergantungannya Ketergantungan rendah dengan masyarakat luar, karena kebutuhan dan keinginan masih sedikit Ketergantungan semakin tinggi karena kebutuhan semakin meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan (dampak baik) 2 Dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat Hubungan sangat erat karena kesamaan dalam mata pencaharian Hubungan kurang erat akibat keberagaman mata pencaharian (dampak kurang baik) 3 Dampak terhadap dasar-dasar organisasi/kelembagaan sosial Organisasi dengan manajemen tradisional Organisasi cenderung mengarah pada manajemen modern (dampak baik) 4 Dampak terhadap migrasi dari dan ke daerah pariwisata Migrasi masih sedikit Migrasi menjadi semakin banyak (dampak kurang baik) 5 Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat Ritme kehidupan masih lambat Ritme kehidupan meningkat (dampak baik) 6 Dampak terhadap pola pembagian kerja Pembagian kerja masih sederhana Pembagian kerja semakin kompleks (dampak baik) 7 Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial Stratifikasi sangat kental khususnya pemilik tanah sangat dihormati Persamaan derajat, seseorang dihormati atas dasar apa yang diperbuat, dan bukan atas dasar siapa orang tersebut (dampak baik) 8 Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan Pengaruh kekuasaan terpusat Kekuasaan terdistribusi dan terpecah (dampak baik) 9 Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan-penyimpangan sosial Penyimpangan social rendah, masih tuduk pada norma adat Penyimpangan sosial semakin tinggi karena lebih menekankan pada kebebasan individu (dampak kurang baik) 10 Dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat. Kesenian dan adat istiadat masih sangat konvensional Kesenian dan adat istiadat semakin berkembang (dampak baik) Kesimpulan Saat ini yang dibutuhkan Bali ke depan, adalah sebuah perencanaan sosial yang matang terhadap budaya masyarakat Bali itu sendiri. Kondisi sosial masyarakat tanjung benoa berada dalam keadaan yang kondusif dimana dengan adanya pariwisata memacu masyarakat mengembangkan kebudayaannya, karena masyarakat tanjung benoa merasa bangga terhadap budaya yang mereka miliki sehingga mampu menarik wisatawan manca Negara, disamping potensi alam pesisir yang mereka miliki. Penilaian kondusif didasarkan pada analisis dampak sosial melalui indikator-indikator yang jelas secara teoritis. Perencanaan sosial yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam hal ini haruslah yang sesuai dengan semangat partisipasif masyarakat Bali itu sendiri. Pemerintah harus memberikan sebuah terobosan untuk melaksanakan perencanaan sosial seperti apa yang dikehendaki oleh masyarakat. Sehingga tidak terkesan alur pembangunan pariwsata Bali, tidak hanya mengalami pendekatan yang bersifat top down tetapi juga bersifat bottom up. Ketika pemerintah telah berhasil dalam menentukan pedoman utama untuk membuat perencanaan tersebut, maka dibutuhkan tangan yang kuat untuk mempertahankan prinsip-prinsip tersebut dari tekanan grup kuat dalam penduduk.Yang lebih difokuskan pemerintah daerah Bali ke depan adalah bagaimana strategi sosial untuk mengatasi permasalahan sosial terkait dengan pengembangan pariwisata di Tanjung Benoa. Di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang melanda Tanjung Benoa sebagai akibat berkembang pesatnya sektor pariwisata, menyebabkan arus wisata dengan kedatangan berbagai wisatawan asing, yang memiliki kebudayaan bermacam-macam memiliki implikasi terjadinya perubahan budaya dalam masyarakat Tanjung Benoa. Bermacam teknologi kemudian mulai diperkenalkan oleh masyarakat, bahkan tidak jarang masyarakat sendiri memiliki teknologi yang muncul sebagai akibat adanya kontak dengan kebudayaan lain. Lambat laun dapat kita perhatikan bahwa perubahan sosial sudah terjadi dengan sangat cepatnya di Tanjung Benoa. Perubahan yang terjadi sebagai akibat kontak dengan kebudayaan asing. Lambat laun hal ini mempengaruhi pranata-pranata masyarakat Tanjung Benoa. Sehingga, untuk bertahan dari semua itu Tanjung Benoa memerlukan strategi budaya ke depan untuk tetap dapat survive di daerahnya sendiri. Dengan strategi tersebut dapat dijamin bahwa masyarakat Tanjung Benoa ke depan akan mampu melihat dengan lebih jernih modernisasi dan tidak hanya sekadar sebagai objek yang mudah dimanipulasi, tetapi juga sebagai pangkal pembangunan pariwisata di Tanjung Benoa. Untuk mengatasi kesenjangan sosial yang mencolok antara wisatawan dan masyarakat local, Reisinger(1997)menganjurkan beberapa hal yang harus ditempuh antara lain : Ø Masyarakat local agar diberikan pendidikan ,pemahaman,dan apresiasi terhadap budaya asing/wisatawan. Ø Wisatawan harus diberikan informasi tentang budaya masyarakat lokal. Ø Adanya standarisasi Internasional bila terjadi perbedaan kebudayaan antara masyarakat lokal dan wisatawan. Ø Ratio wisatawan dan masyarakat lokal harus dimonitor Di bidang budaya harus dirintis kembali pengembangan dan peningkatan kehidupan kebudayaan dikalangan masyarakat secara rutin dan berkesinambungan diberbagai tingkatan daerah, mulai dari tingkat desa sampai ke perkotaan, tidak lagi dipusatkan hanya di Pusat ataupun di ibu kota propinsi.. Adanya upaya penyeragaman budaya menjadi budaya nasional, seperti pada masa lalu, agar ke-bhineka-an budaya dan kesenian dapat tumbuh berkembang dengan sehat dan alamiah. Apresiasi budaya dan kesenian diberbagai tingkatan harus dilakukan oleh rakyat secara spontan bukan lagi didasarkan karena adanya arahan dari pusat ataupun diselenggarakan melalui panitia pusat. Yang pada akhirnya setelah surat keputusan berakhir maka berbagai event ataupun festival pun tidak muncul lagi dan menunggu SK berikutnya. Paragdima berpikir semacam ini haruslah dikikis habis oleh para pelaku pariwisata itu sendiri. Apabila pemerintah mempunyai dana untuk membantu kegiatan-kegiatan budaya kesenian, hendaknya hanyalah bersifat “ start-up ” untuk menggulirkan kegiatan tersebut pada tahap-tahap awal, sedangkan untuk selanjutnya harus dapat dikembangkan sendiri dari swadaya masyarakat. DAFTARPUSTAKA Anom, I Putu, 2005 Membangun Birokrasi Pemerintah yang Profesional Berbasis Kinerja untuk Mewujudkan Kepemerintahan yang Baik dalam Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Badung. Makalah Seminar Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan VIII BAKN, Hari Kamis, 3 Februari 2005 Denpasar. Anom, I Putu, Michael Hitchcock and Sunarta I Nyoman. 2005. Pro Poor Tourism: Tanjung Benoa Focus Group. Paper Presented at “ 3rd Trans National Patners Meeting of the EU-ASEAN Project Building Research Capacity Pro Poor Tourism “Organized by National University of Laos Faculty of Forestry Department of Forest Management. April 4-7, 2005 in Vientiane Laos. ............. , Undang-undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan, Presiden Republik Indonesia. ............. , Undang-undang No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Bab VIII. Ardika, I Gede. 2001, Paradigma Baru Pariwisata Kerakyatan Berkesinambungan, Makalah. .................. , 2001, Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Yang Berbasis Kerakyatan, Makalah Seminar Nasional The Last or The Lost Paradise. Bawa I Wayan, Ardika I Wayan, Suradnya I Made, Parimartha I Gede, Rai AA. Gede, Suratha I Ketut, Anom I Putu. 2001, Studi Keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM) Bali di Bidang Pariwisata, Unud – STP Bali – BTDC, Denpasar. Choy, Derrylow, 1997, Perencanaan Ekowisata, Belajar dari Pengalaman South East dalam Gunawan (ed) Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan Prosedur Pelatihan dan Lokakarya, Penerbit ITB Bandung. Colman, D, Nixon, F. 1978, Economic of Change in Less Development Countries, Second editur University of Manchester. Cooper, Chris Jackson, Stephen. 1997, Distination Life Cycle: The Isle of Man Case Study, (ed Lesley France) dalam The Eartscan in Sustainable Tourism, MK : Easthscan Publication Heunited. Departemen Kebudayaan dan Kepariwisataan R.I., 2006, Laporan Hasil Penelitian Pengembangan ODTW di Luar Jawa – Bali. France, Lesley (ed), 1997, The earthscan Reader in Sustainable Tourism, London. Earthscan Publicitions Limited Inskeep, Edward, 1991, Tourism Planning and Integrated and Sustainable Development Approach, Van Non Strand Reinhold, New York. Mathieson, A, and wall. G, 1990, Tourism, Economic, Physical and Social Impact. Nelson, J. G Butler, R. Wall. G, 1993, Tourism and Sustainable Development, Monitoring, Planning, Managing, University of Waterloo : Heritage Resources Culture. Oka, A. Yoeti, 1982, Pengantar Ilmu Kepariwisataan, Angkasa, Bandung Paturusi, Syamsul Alam, 2001, Perencanaan Tata Ruang Kawasan Pariwisata, Materi kuliah Perencanaan Kawasan Pariwisata Program Magister (S2) Kajian Pariwisata, Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar. Pearce, Douglas G, 1991, Tourism Development, John Walley & Sons, Inc, New York Pitana, I Gede. 1991, Community Management dalam pembangunan Pariwisata, dalam Majalah Analisis Pariwisata, Vol. 2 No. 2 Tahun 1999. Pitana I Gede, Sirtha I Nyoman, Anom I Putu, Wita I Wayan, Wirawan I Gede Putu. 2005. Hospotality Industry and Tourism education (The Case of Indonesia). Paper presented at the 2005 ASAIHL Seminar on “ Hospitality and Tourism Education”,Phuket, Thailand, October 16-19, 2005, organized by Association of South East Asian institutions of Higher Leaning (ASAIHL) and Prince of Songkla University. Sukarsa, dkk I Made., 1999. Pengatar Pariwisata. BKS. PTN-INTIM Dirjen Dikti Depdikbud RI. Wahab, Salah. 1999. Manajemen Kepariwisataan, Jakarta : PT. Pradnya Paramitha.

Read more

Sosiologi Pendidikan

Posted in
by satria

Ciri, Tujuan dan Sejarah Sosiologi Pendidikan Sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Sosiologi berasal dari kata “socius” yang berarti kawan atau teman dan “logis” yang berarti ilmu. Secara harfiah sosiologi dapat dimaknai sebagai ilmu tentang perkawanan atau pertemanan. Istilah sosiologi diperkenalkan pertama kali oleh August Comte (1798-1857) pada abad ke-19. istilah ini dipublikasikan melalui tulisannya yang berjudul “Cours de Philosophie Positive”. Sosiologi, oleh Comte dikatakan sebagai ilmu tentang masyarakat secara ilmiah (Faisal, tanpa tahun). Sosiologi merupakan disiplin ilmu yang lahir pada saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan. Pitirim Sorokim (dalam Soekamto, 1999) menjelaskan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai: pertama, hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial, misalnya gejala ekonomi dengan agama, pendidikan dengan ekonomi, agama dengan pendidikan, pendidikan dan politik. Kedua, hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non sosial, misalnya gejala biologis, geografis, iklim dan sebagainya. Ketiga, ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial. Sosiologi dapat digolongkan pada salah satu bentuk ilmu pengetahuan (sosial) atau social science. Oleh karena itu, Sosiologi juga mempunyai beberapa unsur pokok yaitu : * Pengetahuan (knowledge) * Tersusun secara sistematis * Menggunakan pemikiran * Dapat dikontrol atau dikritisi oleh orang lain Adapun ciri-ciri sosiologi sebagai suatu bentuk ilmu pengetahuan antara lain : * Sosiologi bersifat empiris * Sosiologi bersifat teoritis * Sosiologi bersifat kumulatif * Sosiologi bersifat nonetis Namun ada karakteristik yang membedakan sosiologi dengan disiplin sosial yang lain, yaitu (Soekamto, 1999) * Sosiologi termasuk kelompok ilmu sosial, yaitu kelompok ilmu yang mempelajari peristiwa atau gejala-gejala sosial * Sosiologi bersifat kategoris yaitu tidak normatif, membicarakan obyeknya secara apa aqdanya (des sein) dan bukan bagaimana seharusnya (das sollen) * Sosiologi bersifat generalis, yaitu Sosiologi meneliti atau mencari prinsip atau hukum-hukum umum interaksi manusia * Sosiologi bersifat abstrak yaitu wujud kesatuannya yang bersifat umum atau terpisah-pisah * Sosiologi merupakan ilmu yang umum, yaitu mempelajari umum yang ada pada setiap interaksi umum. Yaitu mempelajari gejala-gejala yang khusus * Sosiologi termasuk ilmu murni yaitu tujuan penelitian Sosiologi semata-mata demi perkembangan ilmu itu sendiri bukan untuk kepentingan kehidupan praktis Aplikasi Sosiologi yaitu Sosiologi pendidikan. Sosiologi merupakan sebuah disiplin yang dihasilkan dari “persilangan” antara ilmu pendidikan dengan Sosiologi. Sosiologi pendidikan merupakan salah satu cara Sosiologi memfokuskan kajiannya pada masalah pendidikan, baik secara umum maupun khusus. Ada beberapa pengertian mengenai Sosiologi Pendidikan, diantaranya (Gunawan, 2000) * Menurut Dictionary of Sociolo, Sosiologi Pendidikan merupakan Sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental * Menurut Nasution, Sosiologi pendidikan merupakan ilmu untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik * Menurut FG Robbins, Sosiologi pendidikan merupakan Sosiologi khusus yang bertugas menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan * Menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan merupakan studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi Sosiologi yang diterapkan. Sejarah Perkembangan Sosiologi Pendidikan Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya , kenyataan sosial menunjukkan suatu perubahan yang terjadi begitu cepat dalam masyarakat. Perubahan sosial yang cepat tersebut terjadi di abad ke-19, sebagai akibat revolusi industri di Inggris. Akibat perubahan tersebut menurut Mc Kee (dalam Faisal, tanpa tahun) menyebabkan terjadinya apa yang dinamakian keterkejutan intelektual kelompok cerdik pandai yang salah satu diantaranya adalah para sosiolog. Lester F. Ward dapat dikatakan sebagai pencetus gagasan timbulnya studi baru tentang Sosiologi Pendidikan. Gagasan tersebut muncul dengan idenya tentang evolusi sosial yang realistik dan memimpin perencanaan kehidupan pemerintahan (Vembriarto, 1993). John Dewey (1859-1952) secara formal dikenal sebagai tokoh pertama yang melihat hubungan antara pendidikan struktur masyarakat dari bentuk semulangan yang masih bersahaja. Secara formal, pada tahun 1910 Henry Suzzalo memberi kuliah Sosiologi Pendidikan di Teachers College University Columbia (Vembriarto, 1993). Pada tahun 1913, Emlie Durkheim telah memandang pendidikan sebagai suatu “social thing” (Ikhtiar sosial). Payne (1928) menjelaskan bahwa Sosiologi Pendidikan merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang menjadi alat (mean) untuk mendeskripsikan dan menjelaskan institusi, kelompok sosial, dan proses sosial yang merupakan hubungan sosial di dalamnya individu memperoleh pengalaman yang terorganisasi. Sosiologi Pendidikan di dalam menjalankan fungsinya untuk menelaah berbagai macam hubungan antara pendidikan dengan masyarakat, harus memperhatikan sejumlah konsep-konsep umum. Sosiologi pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang masih muda dan belum banyak berkembang. Atas dasar tersebut dikalangan para ahli Sosiologi Pendidikan timbul beberapa kecendrungan yang berbeda yaitu : * Golongan yang terlalu menitikberatkan pandangan pendidikan daripada sosiologinya * Golongan Applied Educational (Sociology) terutama terdiri atas ahli-ahli sosiologi yang memberikan dasar pengertian sosial kultural untuk pendidikan * Golongan yang terutama menitikberatkan pandangan teoritik Tujuan Sosiologi Pendidikan * Sosiologi Pendidikan dalam perkembangannya mempunyai beberapa tujuan praktis, diantaranya adalah : * Memberikan analisis terhadap pendidikan sebagai alat kemajuan sosial. * Merumuskan tujuan pendidikan * Sebagai sebuah bentuk aplikasi Sosiologi terhadap pendidikan * Menjelaskan proses pendidikan sebagai proses sosialisasi * Memberikan pengajaran Sosiologi bagi tenaga-tenaga kependidikan dan penelitian pendidikan * Menjelaskan peranan pendidikan di masyarakat * Menjelaskan pola interaksi di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat by: On May 23, 2011, in Catatan Harian, by unsilster

Read more

Herbert Spencer

Posted in
by satria

A Victorian biologist and philosopher, Herbert Spencer was born April 27th, 1820, at the height of British industrialism. He was educated at home in mathematics, natural science, history and English, among some other languages. Spencer was sickly in his youth, all eight of his other siblings dying at a young age. His constitution remained weak throughout his life, and he would later suffer from nervous breakdowns which he never recovered from, and he wandered about London never in a complete state of good health. He suffered from chronic insomnia, could only work a few hours a day, and used fairly substantial amounts of opium. He experienced a strange sensation in his head which he called "the mischief", and was known for eccentricities like the wearing of ear-plugs to avoid over-excitement, especially when he could not hold his ground in an argument. He obtained a job as a civil engineer on the railways at sixteen and wrote during his spare time. This vocation of his took up ten years of his life, and imbued him with a healthy optimism for life and society. Spencer became the sub-editor of The Economist in 1848, an important financial weekly at the time for the upper-middle class. He interacted with famous people like Thomas Huxley and John Tyndall, among many other leading intellectuals of Victorian Britain. Spencer published numerous articles in the radical press of his time, like The Leader, The Fortnightly and The Westminster Review, largely concerning the government, pushing for limiting its role as a mediator in society. He advocated the abolishment of Poor Laws, national education and a central church; he wanted the lifting of all restrictions on commerce and factory legislation. Across the street from where he worked was John Chapman's office, and that was where he first met his assistant Marian Evans, later known as George Eliot. They developed a very close friendship, and talked of marriage but never actually married. Even so, they remained intimate companions up till her death. His book Social Statics was published in 1851 to great acclaim, but his quietly influential Principles Of Psychology released in 1855 met with much criticism. Although one of the most influential figures in sociology and psychology, Spencer was overshadowed because of his somewhat controversial ideas. In fact, his theory of evolution actually preceded Charles Darwin's, when he wrote The Developmental Hypothesis in 1852, 7 years before Darwin's Origin Of Species! His theory was not taken into serious consideration largely because of a lack of an effective theoretical system for natural selection. Nevertheless, it was Spencer and not Darwin who first popularized the term "Evolution", and few people outside the field realize that the oft-used phrase "survival of the fittest" was actually coined by Spencer! His evolutionary stance led to his most famous idea, "Social Darwinism." It influenced early evolutionary economists like Thorstein Veblen, as well as the members of the American apologist school like William Graham Sumner. He projected his theory of biological evolution onto a social plane, emphasizing the importance of organic analogy, i.e. the similarities between Organism and State. He saw evolution as the change from a homogeneous condition that was innately unstable, to a heterogenous and stable one. He highlighted four main concepts: Growth, Differentiation, Integration and Adaptation, ideas commonly present in developmental biology, and which could easily be brought into the context of a developing, growing society. Spencer's last years were characterized by a collapse of his initial optimism, replaced instead by a pessimism regarding the future of mankind. Nevertheless, he devoted much of his efforts in reinforcing his arguments and preventing the mis-interpretation of his monumental theory of non-interference. He was admired by many intellectuals, including American philosopher William James, but was frequently accused of being petty, hypochondriacal, and maudlin. He died in 1903, and is buried at High Gate Cemetery near George Eliot and Karl Marx.

Read more

Aries Setiawan, Syahrul Ansyari Martius Totok, warga Mesuji, Lampung mengadu ke DPR (ANTARA/Yudhi Mahatma) BERITA TERKAIT * Tim Pencari Fakta Mesuji Resmi Terbentuk * Kapolri: Polisi di Mesuji Bukan untuk Memihak * Menkumham Tak Paham Pelanggaran HAM Mesuji * Kapolri Tolak Tarik Pasukan dari Mesuji * Tim Komnas HAM Selidiki Kasus Mesuji VIVAnews - Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo menyampaikan bahwa ada dua anggota polisi yang sudah diperiksa sehubungan dengan kasus yang terjadi di Mesuji Lampung. Pemeriksaan itu terkait dengan bentrokan yang terjadi di sana pada tanggal 11 November 2011. Satu orang tewas dalam bentrokan itu. "Dua polisi sudah diperiksa disiplin. Kalau terbukti nanti ada unsur pidana maka diproses secara pidana. Artinya, proses sampai peradilan," kata Timur saat ditemui di Mabes Polri, Jumat 16 Desember 2011. Timur menegaskan bahwa kepolisian akan terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap kasus ini. Siapa saja yang bersalah akan diungkap tuntas. Sementara, terkait konflik sengketa lahan antar warga dan karyawan PT Sumber Wangi Alam (SWA) di Kecamatan Mesuji, Kabupaten Komering Ilir, Sumatera Selatan, kepolisian sudah menetapkan ada enam tersangka. Pada konflik ini, dua warga tewas dan 5 orang dari pihak perusahaan tewas. "Apa yang menjadi permasalahan pada kasus ini akan kami selidiki terus. Kami bantu DPR, Komnas HAM, untuk lakukan penyelidikan terkait laporan masyarakat itu," terangnya. Timur menegaskan, siapapun yang melanggar hukum, baik dari pihak aparat maupun masyarakat akan berhadapan dengan hukum. "Kalau ada yang salah pada polisi, akan kami proses. Tapi kalau ada pelanggaran hukum akan dihukum juga. Jadi kami harus paham betul,"katanya. • VIVAnews

Read more

Hasil Paruh Musim Premier League

Posted in
by satria

Premier League Pertandingan Kandang Tandang Gol P Ma M I K M I K M I K GM GK Keterangan: P: Jumlah Poin M: Jumlah Kemenangan I: Jumlah Hasil Imbang K: Jumlah Kekalahan Ma: Total Main GM: Gol Memasukkan GK: Gol Kemasukan 1 Manchester City Manchester City 45 18 14 3 1 9 0 0 5 3 1 53 15 2 Manchester United Manchester United 45 18 14 3 1 7 1 1 7 2 0 47 14 3 Tottenham Tottenham 38 17 12 2 3 6 1 1 6 1 2 34 19 4 Chelsea Chelsea 34 18 10 4 4 6 1 2 4 3 2 36 21 5 Arsenal Arsenal 33 18 10 3 5 6 2 1 4 1 4 34 26 6 Liverpool Liverpool 31 18 8 7 3 3 6 0 5 1 3 21 14 7 Newcastle United Newcastle United 30 18 8 6 4 4 3 2 4 3 2 25 22 8 Stoke City Stoke City 25 18 7 4 7 4 3 2 3 1 5 18 28 9 West Bromwich Albion West Bromwich Albion 22 18 6 4 8 2 2 5 4 2 3 19 26 10 Everton Everton 21 17 6 3 8 3 2 4 3 1 4 18 20 11 Norwich City Norwich City 21 18 5 6 7 4 2 3 1 4 4 27 33 12 Aston Villa Aston Villa 20 18 4 8 6 3 2 4 1 6 2 19 23 13 Fulham Fulham 19 18 4 7 7 3 3 3 1 4 4 19 24 14 Swansea City Swansea City 19 18 4 7 7 4 4 1 0 3 6 17 22 15 Sunderland Sunderland 18 18 4 6 8 2 4 3 2 2 5 22 22 16 Queens Park Rangers Queens Park Rangers 17 18 4 5 9 1 4 4 3 1 5 18 32 17 Wolverhampton Wanderers Wolverhampton Wanderers 16 18 4 4 10 3 2 4 1 2 6 20 33 18 Wigan Athletic Wigan Athletic 14 18 3 5 10 1 4 4 2 1 6 15 35 19 Bolton Wanderers Bolton Wanderers 12 18 4 0 14 1 0 8 3 0 6 22 41 20 Blackburn Rovers Blackburn Rovers 11 18 2 5 11 2 0 7 0 5 4 25 39 Iklan

Read more

Recent Posts

Recent Comments

Subscribe

Subscribe by Email
Diberdayakan oleh Blogger.

Sosiologi

masa depanku adalah sosiologi..

Featured Posts

Copyright 2010 @ Sahabat Ilmiah Sosiologi