Salam Multikultural. . .

Selamat Datang Kawan-kawan semua.
Salam perkenalan dari saya.


Spirit Sosiologi...!!!!
:)

Popular Posts


Sosiologi Pariwisata

Posted in Jumat, 30 Desember 2011
by satria

DAMPAK SOSIAL PENGEMBANGAN PARIWISATA TERHADAP MASYARAKAT LOKAL DI KAWASAN TANJUNG BENOA Pembangunan Pariwisata Garis - Garis Besar Haluan Negara mengamanatkan bahwa pembangunan dan pengembangan sektor pariwisata bertujuan meningkatkan penerimaan devisa, meningkatkan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja, memperkenalkan alam dan budaya nusantara serta mempererat pergaulan antar bangsa. Adapun visi kepariwisataan Indonesia adalah “Pariwisata Menumbuhkembangkan Kesejahteraan dan Perdamaian”. Visi ini mengandung pengertian : 1) pariwisata menjadi andalan pembangunan nasional yang secara seimbang mempertimbangkan bidang ekonomi dan bidang – bidang lainnya, demi kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia; 2) Indonesia menjadi kawasan pariwisata dunia yang mengutamakan pembangunan pariwisata nusantara dan sekaligus sebagai tujuan wisatawan mancanegara (Depbudpar, 2000). Menurut Undang – Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional, maka tujuan pembangunan pariwisata adalah : i) mengembangkan dan memperluas diversifikasi produk dan kualitas pariwisata nasional; ii) berbasis pada pemberdayaan masyarakat, kesenian dan sumber daya (pesona) alam lokal dengan memperhatikan kelestarian seni dan budaya tradisional serta kelestarian lingkungan hidup setempat dan; iii) mengembangkan serta memperluas pasar pariwisata terutama pasar luar negeri (Depbudpar, 2000). Indonesia terus berupaya meningkatkan sektor pariwisata, yang diharapkan terus mampu meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan masyarakat serta berkontribusi pada produk domestik bruto, hal ini sesuai dengan kajian bahwa kalau mesin penggerak penyerapan tenaga kerja pada abad ke – 19 adalah pertanian, pada abad ke – 20 adalah industri manufacturing dan pada abad ke – 21 adalah pariwisata (Dowid J. Villiers, 1999, dalam Salah Wahab, 1999). Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami metamorpose dalam berbagai aspeknya. Dampak sosial- pariwisata terhadap kehidupan masyarakat lokal merupakan suatu pekerjaan yang sangat sulit, terutama dari segi metodologis. Salah satu kendala yang hampir tidak dapat diatasi adalah banyaknya faktor kontaminasi (contaminating factors) yang ikut berperan di dalam mempengaruhi perubahan yang terjadi, seperti pendidikan, media massa, transportasi, komunikasi, maupun sektor-sektor pembangunan lainnya menjadi wahana dalam perubahan sosial-budaya, serta dinamika internal masyarakat itu sendiri. Douglas dan Douglas (1996: 49) mengingatkan bahwa berbagai perubahan sosial-budaya yang terjadi tidak dapat sepenuhnya dipandang sebagai dampak pariwisata semata-mata. Hal ini adalah karena pariwisata terjalin erat dengan berbagai aktivitas lain, yang mungkin pengaruhnya lebih besar, atau sudah berpengaruh jauh sebelum pariwisata berkembang. Di dalam melihat dampak sosial-budaya pariwisata terhadap masyarakat setempat, masyarakat tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang “internally totally integrated entity”, melainkan harus juga dilihat segmen-segmen yang ada, atau melihat berbagai interest groups, karena dampak terhadap kelompok sosial yang satu belum tentu sama- bahkan bisa bertolak belakang- dengan dampak terhadap kelompok sosial yang lain. Demikian juga mengenai penilaian tentang positif dan negatif, sangat sulit untuk digeneralisasi untuk suatu masyarakat, karena penilaian positif atau negatif tersebut sudah merupakan penilaian yang mengandung ‘nilai‘ (value judgement), sedangkan nilai tersebut tidak selalu sama bagi segenap kelompok masyarakat. Artinya, dampak positif ataupun negatif masih perlu dipertanyakan, “positif menurut siapa dan negatif menurut siapa?” (Pitana, 1999). Tanjung Benoa Dahulu dan Sekarang Dalam penelitian yang dilakukan oleh Susiadi et al. pada tahun 2001, masyarakat Tanjung Benoa sekitar 17,01 % dari total usia kerja bermatapencaharian di sektor perikanan terutama perikanan penyu, pedagang perikanan ini terdiri dari beraneka suku di Indonesia (Bugis, Flores, Sulawesi, Madura, dan lain-lain) tetapi mayoritas (87,5 per sen) adalah suku Bali (Susiadi et al., 2001: 31 dan 36). Mathieson dan Wall (1982) menemukan bahwa pariwisata telah mengubah struktur internal dari masyarakat, sehingga terjadi pembedaan antara mereka yang mempunyai hubungan dengan pariwisata dan mereka yang tidak. Jadi, keterkaitan pariwisata menjadi salah satu pemisah atau pembeda dalam masyarakat. Krippen­dorf (1987) lebih lanjut melaporkan bahwa pariwisata mempunyai sifat kolonialistis, sehingga merebut independensi masyarakat lokal di dalam proses pengambilan keputusan. Burns and Holden (1995) juga menyebutkan bahwa pariwisata memberikan keun­tungan sosial-ekonomi pada satu sisi, tetapi di sisi lain membawa ketergantungan dan ketimpangan sosial, atau memperparah ketimpangan yang telah ada. Dua puluh lima tahun lalu, desa ini terkenal sebagai desa nelayan yang miskin. Penduduknya hanya mengandalkan lahan kering sebagai mata pencaharian. Tanaman jagung, singkong dan kedelai adalah makanan sehari-hari warga Tanjung Benoa. "Dulu, tak ada yang mau tinggal di sini, meski diberi tanah secara gratis," ujar Lurah Tanjung Benoa I Wayan Dibia Adnyana kepada rombongan Kelompok Media Bali Post (Bali Post, Bali Travel News, Bali TV), baru-baru ini. Namun sekarang, katanya menambahkan, harga sejengkal tanah di sini mencapai ratusan ribu rupiah. ''Ya... paling murah Rp 100 juta untuk 100 meter persegi tanah, dan sulit mendapatkannya.'' Dulu, kawasan pesisir Tanjung Benoa tercatat sebagai wilayah miskin di Bali. Sampai-sampai ada orang yang malu mengaku berasal dari sana. Kini, kawasan ini telah menjadi salah satu daerah kaya di Bali dengan income utama masyarakatnya dari jasa pariwisata. Penghasilan bersih masyarakatanya -- setelah dipotong untuk kebutuhan sehari-hari -- paling rendah Rp 1.500.000/bulan, dua kali lipat dibandingkan dengan pendapatan per kapita penduduk Badung -- kabupaten terkaya di Bali -- yang hanya Rp 10.100.465,01/tahun (data statistik Kabupaten Badung tahun 2000). Dilihat dari komposisi penduduknya, Kelurahan Tanjung Benoa termasuk wilayah yang sangat heterogen. Selain dihuni oleh sebagian besar etnis Bali, penduduk desa ini juga berasal dari Sulawesi dan Madura. Lebih-lebih belakangan ini, ketika pariwisata berkembang pesat di wilayah Tanjung Benoa, maka penduduknya tak hanya orang Indonesia, tetapi mereka datang dari seluruh penjuru dunia. Kini tidak hanya Kuta boleh memproklamasikan diri sebagai ''kelurahan internasional'', juga Tanjung Benoa. Bahkan, pernah dalam satu hotel, yaitu Club Mirage -- masuk kawasan wisata Tanjung Bnenoa -- dihuni wisatawan yang berasal dari 32 negara di dunia. Selain heterogen, Kelurahan Tanjung Benoa juga memiliki keragaman agama: Hindu mayoritas, menyusul Buddha, Islam, Kristen dan Katolik. Di sana juga ada kelenteng, tempat ibadah kaum Kong Ho Chu. Melihat keunikan wilayah Tanjung Benoa sebagai salah satu resor wisata di Bali, Kelompok Media Bali Post mengangkat tema liputan Kawasan Tanjung Benoa sebagai liputan bersama. Kawasan ini diharapkan mampu berkembang lewat industri tak berasap, pariwisata ini. Bagaimana mereka berbenah diri sehingga tak muncul jadi daerah kumuh seperti kota-kota yang sedang berkembang lainnya di Bali dan Indonesia? Kami berusaha menghubungi pihak perencanaan kota di pemerintahan Kabupaten Badung. Kami juga mendapat summary dari Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Pesisir Pantai Tanjung Benoa. Yang jelas, di sana telah tersusun rencana masa depan Tanjung Benoa yang indah nan menawan. Dibangunnya 12 hotel di kawasan eksklusif BTDC tahun 1980-an, memang sempat membuat para perencana kawasan ini bertanya-tanya, "Desa Tanjung Benoa yang menjadi tetangga utara BTDC akan diapakan?" Semula di Tanjung Benoa ini hanya diperkirakan cocok dibangun perumahan untuk menampung ribuan karyawan hotel yang bekerja di kawasan BTDC, di samping aktivitas wisata tirta kecil-kecilan. Kenyataannya 20 tahun kemudian, kawasan ini berkembang pesat. Tanah yang telah dikuasai investor kemudian dibangun hotel-hotel yang justru menjadi saingan BTDC. Di kawasan ini sekarang, selain berdiri berbagai jenis hotel (melati, bintang 1, 2, 3, 4, 5, dan butik), atraksi wisata tirtanya yang terbesar dan terlengkap di Bali. Khusus wisata tirta BMR (Benoa Marine Recreation) -- ini yang mengagumkan -- sepenuhnya dikelola oleh penduduk. Sisi baik dan buruk, positif dan negatif, memang sangat tipis batasnya manakala kita berbicara soal kepariwisataan. Ini terlihat juga di Tanjung Benoa. Dulu, akibat kurang terkendalinya pembangunan, sempat muncul kekumuhan di kawasan ini. Masyarakat membangun berbagai fasilitas kepariwisataan sekendak hati. Mereka tidak lagi mengikuti norma-norma aturan seperti tetangganya, BTDC. Dulu, Tanjung Benoa sama dan sebangun dengan Sanur, Kuta, Candidasa, Lovina, Seminyak, dan Legian. Untung para pengusaha yang ada di lingkungan Tanjung Benoa cepat sadar, kemudian mereka membentuk Komite Tanjung Benoa tahun 1996. Tujuannya, selain untuk promosi bersama agar Tanjung Benoa sebagai resor wisata semakin dikenal, komite juga mengelola dan menata lingkungan sekitarnya. Masalah sampah dan kebersihan jadi sasaran utama pihak komite sehingga mampu mengubah suasana kumuh menjadi Tanjung Benoa yang bersih dan nyaman. Lalu, dibentuklah pasukan Green Team di masing-masing hotel. Dampak Sosial Pariwisata Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami metamorphose dalam berbagai aspeknya. Dampak pariwisata merupakan wilayah kajian yang paling banyak mendapatkan perhatian dalam literatur, terutama dampak terhadap masyarakat lokal. Di lain pihak, dampak pariwisata terhadap wisatawa dan/atau negara asal wisatawan belum banyak mendapatkan perhatian. Meskipun pariwisata juga menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat secara politik, keamanan, dan sebagainya, dampak pariwisata terhadap masyarakat dan daerah tujuan wisata yang banyak mendapat ulasan adalah: Dampak terhadap sosial-ekonomi. Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi delapan kelompok besar (Cohen, 1984), yaitu: 1. Dampak terhadap penerimaan devisa, 2. Dapat terhadap pendapata masyarakat, 3. Dampak terhadap kesempatan kerja, 4. Dampak terhadap harga-harga, 5. Dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan, 6. Dampak terhadap kepemilikan dan control 7. Dampak terhadap pembangunan pada umumnya, dan 8. Dampak terhadap pendapatan pemerintah. Dampak Sosial Budaya Secara teoritikal-idealistis, antara dampak sosial dan dampak kebudayaan dapat dibedakan. Namun demikian, Mathieson and Wall (1982:37) menyebutkan bahwa there is no clear distinction between social and cultural phenomena, sehingga sebagian besar ahli menggabungkan dampak sosial dan dampak budaya di dalam pariwisata ke dalam judul ‘dampak sosial budaya’ (The sosiocultural impact of tourism in a broad context). Studi tentang dampak sosial budaya pariwisata selama ini lebih cenderung mengasumsikan bahwa akan terjadi perubahan sosial-budaya akibat kedatangan wisatawan, dengan tiga asumsi yang umum, yaitu: (Martin, 1998:171): 1. Perubahan dibawa sebagai akibat adanya intrusi dari luar, umumnya dari sistem sosial-budaya yang superordinat terhadap budaya penerima yang lebih lemah; 2. Perubahan tersebut umumnya destruktif bagi budaya indigenous; 3. Perubahan tersebut akan membawa pada homogenisasi budaya, dimana identitas etnik lokal akan tenggelam dalam bayangan sistem industri dengan teknologi barat, birokrasi nasional dan multinasional, a consumer-oriented economy, dan jet-age lifestyles. Asumsi di atas menyiratkan bahwa di dalam melihat dampak sosial-budaya pariwisata terhadap masyarakat setempat, pariwisata semata-mata dipandang sebagai faktor luar yang menghantam masyarakat. Asumsi ini mempunyai banyak kelemahan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wood (1984), selama ini banyak peneliti yang menganggap bahwa pengaruh pariwisata dapat dianalogikan dengan ‘bola-bilyard’, di mana objek yang bergerak (pariwisata) secara langsung menghantam objek yang diam (kebudayaan daerah), atau melalui objek perantara (broker kebudayaan). Dalam hal ini tersirat juga asumsi bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang diam, tidur, atau pasif, dan seolah-olah kebudayaan tersebut adalah sesuatu yang homogen. Pendekatan seperti ini mengingkari dinamika masyarakat dimana pariwisata mulai masuk, dan tidak mampu melihat berbagai respons aktif dari masyarakat terhadap pariwisata. Wood selanjutnya menganjurkan, di dalam melihat pengaruh pariwisata terhadap masyarakat (kebudayaan) setempat, harus disadarai bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang secara internal terdeferensiasi, aktif, dan selalu berubah. Oleh karena itu pendekatan yang kiranya lebih realistis adalah dengan menganggap bahwa pariwisata adalah ‘pengaruh luar yang kemudian terintegrasi dengan masyarakat’, dimana masyarakat mengalami proses menjadikan pariwisata sebagai bagian dari kebudayaannya, atau apa yang disebut sebagai proses ‘turistifikasi’ (touristification). Di samping itu perlu juga diingat bahwa konsekuensi yang dibawa oleh pariwisata bukan saja terbatas pada hubungan langsung host-guest. Pengaruh di luar interaksi langsung ini justru lebih penting, karena mampu menyebabkan restrukturisasi pada berbagai bentuk hubungan di dalam masyarakat (Wood, 1984). Secara teoritis, Cohen (1984) mengelompokkan dampak sosial budaya pariwisata ke dalam sepuluh kelompok besar, yaitu: 1. Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk tingkat otonomi atau ketergantungannya; 2. Dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat; 3. Dampak terhadap dasar-dasar organisasi/kelembagaan sosial; 4. Dampak terhadap migrasi dari dan ke daerah pariwisata; 5. Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat 6. Dampak terhadap pola pembagian kerja; 7. Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial; 8. Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan; 9. Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan-penyimpangan sosial; dan 10. Dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat. Dampak pariwisata terhadap bidang kesenian, adat istiadat, dan dampak keagamaan mungkin paling menarik untuk dibahas, karena aspek budaya ini merupakan modal dasar pengembangan pariwisata di sebagian besar DTW. Pengaruh terhadap aspek-aspek ini bisa terjadi secara langsung karena adanya proses komoditifikasi terhadap berbagai aspek kebudayaan, atau terjadi secara tidak langsung melalui proses jangka panjang. Sekularisasi berbagai tradisi di Thailand dikhawatirkan akan membawa dampak yang sangat structural dalam jangka panjang karena masyarakat akan kehilangan collective memory, dan interpretasi terhadap berbagai tradisi akan mengalami dekonstruksi. Sementara banyak yang khawatir dengan terjadinya proses kehilangan otentisitas dalam kebudayaan lokal, bagi Urry (1990), kebudayaan memang selalu beradaptasi, termasuk dalam mengahadapi pariwisata, dan di dalam proses tersebut tidak berarti makna atau otentisitas otomatis hilang. Akulturasi merupakan proses yang wajar dalam setiap pertemuan antarbudaya. Namun demikian ia juga mengakui adanya komoditisasi dari berbagai aspek keagamaan, yang memunculkan konflik, karena pengaruh pariwisata. Pendapat ini didukung oleh Burns and Holden (1995), yang melihat perubahan fungsi kebudayaan, karena kebudayaan dipandang sebagai sumberdaya komersial. Mengenai hal ini, Cohen (1988) melihat ada kesan terjadinya dampak negatif akibat adanya komoditisasi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pariwisata telah merusak atau ‘menghancurkan’ kebudayaan lokal. Pariwisata secara tidak langsung ‘memaksa’ ekspresi kebudayaan lokal untuk dimodifikasi, agar sesuai dengan kebutuhan pariwisata. Ekspresi budaya dikomoditifikasi agar dapat ‘dijual’ kepada wisatawan. Hal ini antara lain dikatakan oleh Britton (1977):‘Cultural expression are bastardized in order to be more comprehensible and therefore saleable to mass tourism’ (Britton, 1977: 272). Untuk pariwisata Indonesia khususnya daerah Bali banyak yang mengkhawatirkan akan terjadi pengikisan kebudayaan akibat kebudayaan asing yang menyerbu masuk yang menyebabkan terjadinya pendangkalan terhadap kualitas kebudayaan Bali serta hilangnya bentuk-bentuk sosial yang telah terbukti mampu menopang integritas masyarakat Bali. Dalton (1990, dalam Picard, 1990: 26) mengatakan: “Karena gejala komersialisasi, sebagai salah satu dampak pariwisata, telah menyusupi semua aspek kehidupan orang Bali, maka jelaslah sekarang bahwa jalinan sosial dan keagamaan Bali yang begitu kompleks, ketat dan rapi, akhirnya tercerai berai di bawah pengaruh pariwisata”. Namun tidak semua pengamat pesimis terhadap keberlanjutan kebudayaan Bali. Bahkan cukup banyak ahli sosiologi dan antropologi yang melihat sebaliknya. McKean (1978: 94) menyatakan bahwa perubahan sosial ekonomi sedang terjadi di Bali terjadi secara bergandengan tangan dengan usaha konservasi kebudayaan tradisional. Pariwisata pada kenyataanya telah memperkuat proses konservasi, reformasi, dan penciptaan kembali berbagai tradisi. McKean menilai bahwa pariwisata secara selektif telah memperkuat tradisi lokal, melalui suatu proses yang disebut cultural involution (involusi kebudayaan). Stephen Langsing (1974) secara tegas mengatakan bahwa lembaga tradisional Bali mempunyai vitalitas dan kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi terhadap kondisi-kondisi baru. Dikatakannya bahwa dampak pariwisata di Bali adalah bersifat aditif, dan bukan substitutif. Artinya, dampak tersebut tidak menyebabkan transformasi secara struktural, melainkan terintegrasi dengan kehidupan tradisional masyarakat. Bagus, di sela-sela kekhawatirannya terhadap berbagai dampak negatif, juga mengakui adanya kenyataan bahwa pariwisata telah memberikan kesadaran tentang nilai seni-budaya yang mendorong orang Bali untuk melestarikan kebudayaan, dan bahkan pariwisata telah “mendorong kreativitas dalam berbagai bidang” (1989: 17). Dengan temuan-temuan lapangan seperti ini maka tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa kebudayaan Bali sampai saat ini masih sangat kuat melekat pada identitas orang Bali, dan kekhawatiran bahwa simpul-simpul budaya telah tercerai-berai tidaklah benar. Bahkan pada beberapa sisi, dapat dikatakan bahwa kebudayaan Bali mengalami take-off menuju masa pencerahan (enlightenment). Data lapangan seperti ini telah banyak mengubah pandangan orang yang semula bersikap pesimistis terhadap kelestarian kebudayaan Bali. Analisis Dampak Sosial Pengembangan Pariwisata di Tanjung Benoa Analisis Dampak Sosial Ekonomi No Indikator Sebelum Pengembangan Sesudah Pengembangan dan dampak 1 Dampak terhadap penerimaan devisa Tidak ada penerimaan devisa Ada penerimaan devisa dalam jumlah signifikan (dampak baik) 2 Dampak terhadap pendapatan masyarakat Pendapatan rendah, dari menangkap ikan Pendapatan tinggi, dari berbagai sumber (dampak baik) 3 Dampak terhadap kesempatan kerja Kesempatan kerja rendah Kesempatan kerja tinggi, disektor pariwisata (dampak baik) 4 Dampak terhadap harga-harga Harga harga rendah Harga harga tinggi (dampak kurang baik) 5 Dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan Manfaat belum ada Lebih banyak manfaat daripada kerugian (dampak baik) 6 Dampak terhadap kepemilikan dan control Dominan dikuasai masyarakat lokal Dikuasai sebagian pendatang dan investor (dampak tidak baik) 7 Dampak terhadap pembangunan pada umumnya Pembangunan fisik non fisik lambat Pembangunan fisik non fisik cepat disertai pencemaran (dampak cendrung baik) 8 Dampak terhadap pendapatan pemerintah. Sedikit Banyak dan berlipat Ganda (dampak baik) Analisis Dampak Sosial Budaya No Indikator Sebelum Pengembangan Sesudah Pengembangan dan dampak 1 Dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk tingkat otonomi atau ketergantungannya Ketergantungan rendah dengan masyarakat luar, karena kebutuhan dan keinginan masih sedikit Ketergantungan semakin tinggi karena kebutuhan semakin meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan (dampak baik) 2 Dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat Hubungan sangat erat karena kesamaan dalam mata pencaharian Hubungan kurang erat akibat keberagaman mata pencaharian (dampak kurang baik) 3 Dampak terhadap dasar-dasar organisasi/kelembagaan sosial Organisasi dengan manajemen tradisional Organisasi cenderung mengarah pada manajemen modern (dampak baik) 4 Dampak terhadap migrasi dari dan ke daerah pariwisata Migrasi masih sedikit Migrasi menjadi semakin banyak (dampak kurang baik) 5 Dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat Ritme kehidupan masih lambat Ritme kehidupan meningkat (dampak baik) 6 Dampak terhadap pola pembagian kerja Pembagian kerja masih sederhana Pembagian kerja semakin kompleks (dampak baik) 7 Dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial Stratifikasi sangat kental khususnya pemilik tanah sangat dihormati Persamaan derajat, seseorang dihormati atas dasar apa yang diperbuat, dan bukan atas dasar siapa orang tersebut (dampak baik) 8 Dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan Pengaruh kekuasaan terpusat Kekuasaan terdistribusi dan terpecah (dampak baik) 9 Dampak terhadap meningkatnya penyimpangan-penyimpangan sosial Penyimpangan social rendah, masih tuduk pada norma adat Penyimpangan sosial semakin tinggi karena lebih menekankan pada kebebasan individu (dampak kurang baik) 10 Dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat. Kesenian dan adat istiadat masih sangat konvensional Kesenian dan adat istiadat semakin berkembang (dampak baik) Kesimpulan Saat ini yang dibutuhkan Bali ke depan, adalah sebuah perencanaan sosial yang matang terhadap budaya masyarakat Bali itu sendiri. Kondisi sosial masyarakat tanjung benoa berada dalam keadaan yang kondusif dimana dengan adanya pariwisata memacu masyarakat mengembangkan kebudayaannya, karena masyarakat tanjung benoa merasa bangga terhadap budaya yang mereka miliki sehingga mampu menarik wisatawan manca Negara, disamping potensi alam pesisir yang mereka miliki. Penilaian kondusif didasarkan pada analisis dampak sosial melalui indikator-indikator yang jelas secara teoritis. Perencanaan sosial yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam hal ini haruslah yang sesuai dengan semangat partisipasif masyarakat Bali itu sendiri. Pemerintah harus memberikan sebuah terobosan untuk melaksanakan perencanaan sosial seperti apa yang dikehendaki oleh masyarakat. Sehingga tidak terkesan alur pembangunan pariwsata Bali, tidak hanya mengalami pendekatan yang bersifat top down tetapi juga bersifat bottom up. Ketika pemerintah telah berhasil dalam menentukan pedoman utama untuk membuat perencanaan tersebut, maka dibutuhkan tangan yang kuat untuk mempertahankan prinsip-prinsip tersebut dari tekanan grup kuat dalam penduduk.Yang lebih difokuskan pemerintah daerah Bali ke depan adalah bagaimana strategi sosial untuk mengatasi permasalahan sosial terkait dengan pengembangan pariwisata di Tanjung Benoa. Di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang melanda Tanjung Benoa sebagai akibat berkembang pesatnya sektor pariwisata, menyebabkan arus wisata dengan kedatangan berbagai wisatawan asing, yang memiliki kebudayaan bermacam-macam memiliki implikasi terjadinya perubahan budaya dalam masyarakat Tanjung Benoa. Bermacam teknologi kemudian mulai diperkenalkan oleh masyarakat, bahkan tidak jarang masyarakat sendiri memiliki teknologi yang muncul sebagai akibat adanya kontak dengan kebudayaan lain. Lambat laun dapat kita perhatikan bahwa perubahan sosial sudah terjadi dengan sangat cepatnya di Tanjung Benoa. Perubahan yang terjadi sebagai akibat kontak dengan kebudayaan asing. Lambat laun hal ini mempengaruhi pranata-pranata masyarakat Tanjung Benoa. Sehingga, untuk bertahan dari semua itu Tanjung Benoa memerlukan strategi budaya ke depan untuk tetap dapat survive di daerahnya sendiri. Dengan strategi tersebut dapat dijamin bahwa masyarakat Tanjung Benoa ke depan akan mampu melihat dengan lebih jernih modernisasi dan tidak hanya sekadar sebagai objek yang mudah dimanipulasi, tetapi juga sebagai pangkal pembangunan pariwisata di Tanjung Benoa. Untuk mengatasi kesenjangan sosial yang mencolok antara wisatawan dan masyarakat local, Reisinger(1997)menganjurkan beberapa hal yang harus ditempuh antara lain : Ø Masyarakat local agar diberikan pendidikan ,pemahaman,dan apresiasi terhadap budaya asing/wisatawan. Ø Wisatawan harus diberikan informasi tentang budaya masyarakat lokal. Ø Adanya standarisasi Internasional bila terjadi perbedaan kebudayaan antara masyarakat lokal dan wisatawan. Ø Ratio wisatawan dan masyarakat lokal harus dimonitor Di bidang budaya harus dirintis kembali pengembangan dan peningkatan kehidupan kebudayaan dikalangan masyarakat secara rutin dan berkesinambungan diberbagai tingkatan daerah, mulai dari tingkat desa sampai ke perkotaan, tidak lagi dipusatkan hanya di Pusat ataupun di ibu kota propinsi.. Adanya upaya penyeragaman budaya menjadi budaya nasional, seperti pada masa lalu, agar ke-bhineka-an budaya dan kesenian dapat tumbuh berkembang dengan sehat dan alamiah. Apresiasi budaya dan kesenian diberbagai tingkatan harus dilakukan oleh rakyat secara spontan bukan lagi didasarkan karena adanya arahan dari pusat ataupun diselenggarakan melalui panitia pusat. Yang pada akhirnya setelah surat keputusan berakhir maka berbagai event ataupun festival pun tidak muncul lagi dan menunggu SK berikutnya. Paragdima berpikir semacam ini haruslah dikikis habis oleh para pelaku pariwisata itu sendiri. Apabila pemerintah mempunyai dana untuk membantu kegiatan-kegiatan budaya kesenian, hendaknya hanyalah bersifat “ start-up ” untuk menggulirkan kegiatan tersebut pada tahap-tahap awal, sedangkan untuk selanjutnya harus dapat dikembangkan sendiri dari swadaya masyarakat. DAFTARPUSTAKA Anom, I Putu, 2005 Membangun Birokrasi Pemerintah yang Profesional Berbasis Kinerja untuk Mewujudkan Kepemerintahan yang Baik dalam Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan di Kabupaten Badung. Makalah Seminar Diklat Kepemimpinan Tingkat II Angkatan VIII BAKN, Hari Kamis, 3 Februari 2005 Denpasar. Anom, I Putu, Michael Hitchcock and Sunarta I Nyoman. 2005. Pro Poor Tourism: Tanjung Benoa Focus Group. Paper Presented at “ 3rd Trans National Patners Meeting of the EU-ASEAN Project Building Research Capacity Pro Poor Tourism “Organized by National University of Laos Faculty of Forestry Department of Forest Management. April 4-7, 2005 in Vientiane Laos. ............. , Undang-undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan, Presiden Republik Indonesia. ............. , Undang-undang No. 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Bab VIII. Ardika, I Gede. 2001, Paradigma Baru Pariwisata Kerakyatan Berkesinambungan, Makalah. .................. , 2001, Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Yang Berbasis Kerakyatan, Makalah Seminar Nasional The Last or The Lost Paradise. Bawa I Wayan, Ardika I Wayan, Suradnya I Made, Parimartha I Gede, Rai AA. Gede, Suratha I Ketut, Anom I Putu. 2001, Studi Keunggulan Sumber Daya Manusia (SDM) Bali di Bidang Pariwisata, Unud – STP Bali – BTDC, Denpasar. Choy, Derrylow, 1997, Perencanaan Ekowisata, Belajar dari Pengalaman South East dalam Gunawan (ed) Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan Prosedur Pelatihan dan Lokakarya, Penerbit ITB Bandung. Colman, D, Nixon, F. 1978, Economic of Change in Less Development Countries, Second editur University of Manchester. Cooper, Chris Jackson, Stephen. 1997, Distination Life Cycle: The Isle of Man Case Study, (ed Lesley France) dalam The Eartscan in Sustainable Tourism, MK : Easthscan Publication Heunited. Departemen Kebudayaan dan Kepariwisataan R.I., 2006, Laporan Hasil Penelitian Pengembangan ODTW di Luar Jawa – Bali. France, Lesley (ed), 1997, The earthscan Reader in Sustainable Tourism, London. Earthscan Publicitions Limited Inskeep, Edward, 1991, Tourism Planning and Integrated and Sustainable Development Approach, Van Non Strand Reinhold, New York. Mathieson, A, and wall. G, 1990, Tourism, Economic, Physical and Social Impact. Nelson, J. G Butler, R. Wall. G, 1993, Tourism and Sustainable Development, Monitoring, Planning, Managing, University of Waterloo : Heritage Resources Culture. Oka, A. Yoeti, 1982, Pengantar Ilmu Kepariwisataan, Angkasa, Bandung Paturusi, Syamsul Alam, 2001, Perencanaan Tata Ruang Kawasan Pariwisata, Materi kuliah Perencanaan Kawasan Pariwisata Program Magister (S2) Kajian Pariwisata, Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Denpasar. Pearce, Douglas G, 1991, Tourism Development, John Walley & Sons, Inc, New York Pitana, I Gede. 1991, Community Management dalam pembangunan Pariwisata, dalam Majalah Analisis Pariwisata, Vol. 2 No. 2 Tahun 1999. Pitana I Gede, Sirtha I Nyoman, Anom I Putu, Wita I Wayan, Wirawan I Gede Putu. 2005. Hospotality Industry and Tourism education (The Case of Indonesia). Paper presented at the 2005 ASAIHL Seminar on “ Hospitality and Tourism Education”,Phuket, Thailand, October 16-19, 2005, organized by Association of South East Asian institutions of Higher Leaning (ASAIHL) and Prince of Songkla University. Sukarsa, dkk I Made., 1999. Pengatar Pariwisata. BKS. PTN-INTIM Dirjen Dikti Depdikbud RI. Wahab, Salah. 1999. Manajemen Kepariwisataan, Jakarta : PT. Pradnya Paramitha.

Read more

Sosiologi Pendidikan

Posted in
by satria

Ciri, Tujuan dan Sejarah Sosiologi Pendidikan Sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat. Sosiologi berasal dari kata “socius” yang berarti kawan atau teman dan “logis” yang berarti ilmu. Secara harfiah sosiologi dapat dimaknai sebagai ilmu tentang perkawanan atau pertemanan. Istilah sosiologi diperkenalkan pertama kali oleh August Comte (1798-1857) pada abad ke-19. istilah ini dipublikasikan melalui tulisannya yang berjudul “Cours de Philosophie Positive”. Sosiologi, oleh Comte dikatakan sebagai ilmu tentang masyarakat secara ilmiah (Faisal, tanpa tahun). Sosiologi merupakan disiplin ilmu yang lahir pada saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan. Pitirim Sorokim (dalam Soekamto, 1999) menjelaskan bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai: pertama, hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial, misalnya gejala ekonomi dengan agama, pendidikan dengan ekonomi, agama dengan pendidikan, pendidikan dan politik. Kedua, hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non sosial, misalnya gejala biologis, geografis, iklim dan sebagainya. Ketiga, ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial. Sosiologi dapat digolongkan pada salah satu bentuk ilmu pengetahuan (sosial) atau social science. Oleh karena itu, Sosiologi juga mempunyai beberapa unsur pokok yaitu : * Pengetahuan (knowledge) * Tersusun secara sistematis * Menggunakan pemikiran * Dapat dikontrol atau dikritisi oleh orang lain Adapun ciri-ciri sosiologi sebagai suatu bentuk ilmu pengetahuan antara lain : * Sosiologi bersifat empiris * Sosiologi bersifat teoritis * Sosiologi bersifat kumulatif * Sosiologi bersifat nonetis Namun ada karakteristik yang membedakan sosiologi dengan disiplin sosial yang lain, yaitu (Soekamto, 1999) * Sosiologi termasuk kelompok ilmu sosial, yaitu kelompok ilmu yang mempelajari peristiwa atau gejala-gejala sosial * Sosiologi bersifat kategoris yaitu tidak normatif, membicarakan obyeknya secara apa aqdanya (des sein) dan bukan bagaimana seharusnya (das sollen) * Sosiologi bersifat generalis, yaitu Sosiologi meneliti atau mencari prinsip atau hukum-hukum umum interaksi manusia * Sosiologi bersifat abstrak yaitu wujud kesatuannya yang bersifat umum atau terpisah-pisah * Sosiologi merupakan ilmu yang umum, yaitu mempelajari umum yang ada pada setiap interaksi umum. Yaitu mempelajari gejala-gejala yang khusus * Sosiologi termasuk ilmu murni yaitu tujuan penelitian Sosiologi semata-mata demi perkembangan ilmu itu sendiri bukan untuk kepentingan kehidupan praktis Aplikasi Sosiologi yaitu Sosiologi pendidikan. Sosiologi merupakan sebuah disiplin yang dihasilkan dari “persilangan” antara ilmu pendidikan dengan Sosiologi. Sosiologi pendidikan merupakan salah satu cara Sosiologi memfokuskan kajiannya pada masalah pendidikan, baik secara umum maupun khusus. Ada beberapa pengertian mengenai Sosiologi Pendidikan, diantaranya (Gunawan, 2000) * Menurut Dictionary of Sociolo, Sosiologi Pendidikan merupakan Sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental * Menurut Nasution, Sosiologi pendidikan merupakan ilmu untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik * Menurut FG Robbins, Sosiologi pendidikan merupakan Sosiologi khusus yang bertugas menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan * Menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan merupakan studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi Sosiologi yang diterapkan. Sejarah Perkembangan Sosiologi Pendidikan Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya , kenyataan sosial menunjukkan suatu perubahan yang terjadi begitu cepat dalam masyarakat. Perubahan sosial yang cepat tersebut terjadi di abad ke-19, sebagai akibat revolusi industri di Inggris. Akibat perubahan tersebut menurut Mc Kee (dalam Faisal, tanpa tahun) menyebabkan terjadinya apa yang dinamakian keterkejutan intelektual kelompok cerdik pandai yang salah satu diantaranya adalah para sosiolog. Lester F. Ward dapat dikatakan sebagai pencetus gagasan timbulnya studi baru tentang Sosiologi Pendidikan. Gagasan tersebut muncul dengan idenya tentang evolusi sosial yang realistik dan memimpin perencanaan kehidupan pemerintahan (Vembriarto, 1993). John Dewey (1859-1952) secara formal dikenal sebagai tokoh pertama yang melihat hubungan antara pendidikan struktur masyarakat dari bentuk semulangan yang masih bersahaja. Secara formal, pada tahun 1910 Henry Suzzalo memberi kuliah Sosiologi Pendidikan di Teachers College University Columbia (Vembriarto, 1993). Pada tahun 1913, Emlie Durkheim telah memandang pendidikan sebagai suatu “social thing” (Ikhtiar sosial). Payne (1928) menjelaskan bahwa Sosiologi Pendidikan merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang menjadi alat (mean) untuk mendeskripsikan dan menjelaskan institusi, kelompok sosial, dan proses sosial yang merupakan hubungan sosial di dalamnya individu memperoleh pengalaman yang terorganisasi. Sosiologi Pendidikan di dalam menjalankan fungsinya untuk menelaah berbagai macam hubungan antara pendidikan dengan masyarakat, harus memperhatikan sejumlah konsep-konsep umum. Sosiologi pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang masih muda dan belum banyak berkembang. Atas dasar tersebut dikalangan para ahli Sosiologi Pendidikan timbul beberapa kecendrungan yang berbeda yaitu : * Golongan yang terlalu menitikberatkan pandangan pendidikan daripada sosiologinya * Golongan Applied Educational (Sociology) terutama terdiri atas ahli-ahli sosiologi yang memberikan dasar pengertian sosial kultural untuk pendidikan * Golongan yang terutama menitikberatkan pandangan teoritik Tujuan Sosiologi Pendidikan * Sosiologi Pendidikan dalam perkembangannya mempunyai beberapa tujuan praktis, diantaranya adalah : * Memberikan analisis terhadap pendidikan sebagai alat kemajuan sosial. * Merumuskan tujuan pendidikan * Sebagai sebuah bentuk aplikasi Sosiologi terhadap pendidikan * Menjelaskan proses pendidikan sebagai proses sosialisasi * Memberikan pengajaran Sosiologi bagi tenaga-tenaga kependidikan dan penelitian pendidikan * Menjelaskan peranan pendidikan di masyarakat * Menjelaskan pola interaksi di sekolah dan antara sekolah dengan masyarakat by: On May 23, 2011, in Catatan Harian, by unsilster

Read more

Herbert Spencer

Posted in
by satria

A Victorian biologist and philosopher, Herbert Spencer was born April 27th, 1820, at the height of British industrialism. He was educated at home in mathematics, natural science, history and English, among some other languages. Spencer was sickly in his youth, all eight of his other siblings dying at a young age. His constitution remained weak throughout his life, and he would later suffer from nervous breakdowns which he never recovered from, and he wandered about London never in a complete state of good health. He suffered from chronic insomnia, could only work a few hours a day, and used fairly substantial amounts of opium. He experienced a strange sensation in his head which he called "the mischief", and was known for eccentricities like the wearing of ear-plugs to avoid over-excitement, especially when he could not hold his ground in an argument. He obtained a job as a civil engineer on the railways at sixteen and wrote during his spare time. This vocation of his took up ten years of his life, and imbued him with a healthy optimism for life and society. Spencer became the sub-editor of The Economist in 1848, an important financial weekly at the time for the upper-middle class. He interacted with famous people like Thomas Huxley and John Tyndall, among many other leading intellectuals of Victorian Britain. Spencer published numerous articles in the radical press of his time, like The Leader, The Fortnightly and The Westminster Review, largely concerning the government, pushing for limiting its role as a mediator in society. He advocated the abolishment of Poor Laws, national education and a central church; he wanted the lifting of all restrictions on commerce and factory legislation. Across the street from where he worked was John Chapman's office, and that was where he first met his assistant Marian Evans, later known as George Eliot. They developed a very close friendship, and talked of marriage but never actually married. Even so, they remained intimate companions up till her death. His book Social Statics was published in 1851 to great acclaim, but his quietly influential Principles Of Psychology released in 1855 met with much criticism. Although one of the most influential figures in sociology and psychology, Spencer was overshadowed because of his somewhat controversial ideas. In fact, his theory of evolution actually preceded Charles Darwin's, when he wrote The Developmental Hypothesis in 1852, 7 years before Darwin's Origin Of Species! His theory was not taken into serious consideration largely because of a lack of an effective theoretical system for natural selection. Nevertheless, it was Spencer and not Darwin who first popularized the term "Evolution", and few people outside the field realize that the oft-used phrase "survival of the fittest" was actually coined by Spencer! His evolutionary stance led to his most famous idea, "Social Darwinism." It influenced early evolutionary economists like Thorstein Veblen, as well as the members of the American apologist school like William Graham Sumner. He projected his theory of biological evolution onto a social plane, emphasizing the importance of organic analogy, i.e. the similarities between Organism and State. He saw evolution as the change from a homogeneous condition that was innately unstable, to a heterogenous and stable one. He highlighted four main concepts: Growth, Differentiation, Integration and Adaptation, ideas commonly present in developmental biology, and which could easily be brought into the context of a developing, growing society. Spencer's last years were characterized by a collapse of his initial optimism, replaced instead by a pessimism regarding the future of mankind. Nevertheless, he devoted much of his efforts in reinforcing his arguments and preventing the mis-interpretation of his monumental theory of non-interference. He was admired by many intellectuals, including American philosopher William James, but was frequently accused of being petty, hypochondriacal, and maudlin. He died in 1903, and is buried at High Gate Cemetery near George Eliot and Karl Marx.

Read more

Aries Setiawan, Syahrul Ansyari Martius Totok, warga Mesuji, Lampung mengadu ke DPR (ANTARA/Yudhi Mahatma) BERITA TERKAIT * Tim Pencari Fakta Mesuji Resmi Terbentuk * Kapolri: Polisi di Mesuji Bukan untuk Memihak * Menkumham Tak Paham Pelanggaran HAM Mesuji * Kapolri Tolak Tarik Pasukan dari Mesuji * Tim Komnas HAM Selidiki Kasus Mesuji VIVAnews - Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo menyampaikan bahwa ada dua anggota polisi yang sudah diperiksa sehubungan dengan kasus yang terjadi di Mesuji Lampung. Pemeriksaan itu terkait dengan bentrokan yang terjadi di sana pada tanggal 11 November 2011. Satu orang tewas dalam bentrokan itu. "Dua polisi sudah diperiksa disiplin. Kalau terbukti nanti ada unsur pidana maka diproses secara pidana. Artinya, proses sampai peradilan," kata Timur saat ditemui di Mabes Polri, Jumat 16 Desember 2011. Timur menegaskan bahwa kepolisian akan terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap kasus ini. Siapa saja yang bersalah akan diungkap tuntas. Sementara, terkait konflik sengketa lahan antar warga dan karyawan PT Sumber Wangi Alam (SWA) di Kecamatan Mesuji, Kabupaten Komering Ilir, Sumatera Selatan, kepolisian sudah menetapkan ada enam tersangka. Pada konflik ini, dua warga tewas dan 5 orang dari pihak perusahaan tewas. "Apa yang menjadi permasalahan pada kasus ini akan kami selidiki terus. Kami bantu DPR, Komnas HAM, untuk lakukan penyelidikan terkait laporan masyarakat itu," terangnya. Timur menegaskan, siapapun yang melanggar hukum, baik dari pihak aparat maupun masyarakat akan berhadapan dengan hukum. "Kalau ada yang salah pada polisi, akan kami proses. Tapi kalau ada pelanggaran hukum akan dihukum juga. Jadi kami harus paham betul,"katanya. • VIVAnews

Read more

Hasil Paruh Musim Premier League

Posted in
by satria

Premier League Pertandingan Kandang Tandang Gol P Ma M I K M I K M I K GM GK Keterangan: P: Jumlah Poin M: Jumlah Kemenangan I: Jumlah Hasil Imbang K: Jumlah Kekalahan Ma: Total Main GM: Gol Memasukkan GK: Gol Kemasukan 1 Manchester City Manchester City 45 18 14 3 1 9 0 0 5 3 1 53 15 2 Manchester United Manchester United 45 18 14 3 1 7 1 1 7 2 0 47 14 3 Tottenham Tottenham 38 17 12 2 3 6 1 1 6 1 2 34 19 4 Chelsea Chelsea 34 18 10 4 4 6 1 2 4 3 2 36 21 5 Arsenal Arsenal 33 18 10 3 5 6 2 1 4 1 4 34 26 6 Liverpool Liverpool 31 18 8 7 3 3 6 0 5 1 3 21 14 7 Newcastle United Newcastle United 30 18 8 6 4 4 3 2 4 3 2 25 22 8 Stoke City Stoke City 25 18 7 4 7 4 3 2 3 1 5 18 28 9 West Bromwich Albion West Bromwich Albion 22 18 6 4 8 2 2 5 4 2 3 19 26 10 Everton Everton 21 17 6 3 8 3 2 4 3 1 4 18 20 11 Norwich City Norwich City 21 18 5 6 7 4 2 3 1 4 4 27 33 12 Aston Villa Aston Villa 20 18 4 8 6 3 2 4 1 6 2 19 23 13 Fulham Fulham 19 18 4 7 7 3 3 3 1 4 4 19 24 14 Swansea City Swansea City 19 18 4 7 7 4 4 1 0 3 6 17 22 15 Sunderland Sunderland 18 18 4 6 8 2 4 3 2 2 5 22 22 16 Queens Park Rangers Queens Park Rangers 17 18 4 5 9 1 4 4 3 1 5 18 32 17 Wolverhampton Wanderers Wolverhampton Wanderers 16 18 4 4 10 3 2 4 1 2 6 20 33 18 Wigan Athletic Wigan Athletic 14 18 3 5 10 1 4 4 2 1 6 15 35 19 Bolton Wanderers Bolton Wanderers 12 18 4 0 14 1 0 8 3 0 6 22 41 20 Blackburn Rovers Blackburn Rovers 11 18 2 5 11 2 0 7 0 5 4 25 39 Iklan

Read more

7 keajaiban Dunia

Posted in
by satria

7 Keajaiban Dunia – Mengetahui peninggalan bersejarah atau tempat-tempat unik yang masuk dalam tujuh keajaiban dunia wajib untuk diketahui setiap orang, apalagi jika tujuh keajaiban dunia tersebut setiap tahun selalu berubah-ubah. Pada perjumpaan ini, aalil akan memberikan informasi terbaru mengenai 7 keajaiban dunia berdasarkan apa data di wikipedia. Namun yang jelas pada daftar keajaiban dunia terbaru ini candi kebanggaan kita Borobudur tidak termasuk dalam finalis tahun ini, Berikut tujuh keajaiban dunia terbaru yang patut untuk diketahui oleh kita semua: 1. Tembok Raksasa Cina atau Tembok Besar Cina, juga dikenal di Cina dengan nama Tembok Sepanjang 10.000 Li¹ merupakan bangunan terpanjang pernah dibuat manusia, terletak di Republik Rakyat Cina. Tembok Raksasa Cina dianggap sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia.[4][5] Pada tahun 1987, bangunan ini dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO. 7 Keajaiban Dunia 2. Petra (dari ????? petra, “batu” dalam bahasa Yunani; bahasa Arab: ???????, al-Bitr?) adalah sebuah situs arkeologikal di Yordania, terletak di dataran rendah di antara gunung-gunung membentuk sayap timur Wadi Araba, lembah besar yang berawal dari Laut Mati sampai Teluk Aqaba. 7 Keajaiban Dunia 3. Patung Kristus Penebus (bahasa Portugis: Cristo Redentor) adalah patung Yesus Kristus dengan gaya arsitektur Art Deco terbesar dan terdapat di Rio de Janeiro, Brasil. Patung memiliki tinggi 38 meter dan terletak di puncak dari Gunung Corcovado, tingginya 710 m di Taman Nasional Hutan Tijuca, yang menghadap ke kota. Patung ini menjadi simbol umat Kristen, dan menjadi simbol kebanggaan kota. Tangan patung ini terbuka dilihat banyak orang sebagai tanda dari kehangatan penduduk Brasil. 7 Keajaiban Dunia 4. Machu Picchu (“Gunung Tua” dalam bahasa Quechua; sering juga disebut “Kota Inca yang hilang”) adalah sebuah lokasi reruntuhan Inca pra-Columbus, terletak di wilayah pegunungan pada ketinggian sekitar 2.350 m diatas permukaan laut. Machu Picchu berada di atas lembah Urubamba di Peru, sekitar 70 km barat laut Cusco. 7 Keajaiban Dunia 5. Chichén Itzá adalah suatu Situs Peradaban Maya di Meksiko pada abad 800 SM. Piramida Kukulcan di kompleks situs bersejarah ini dipercaya sebagai pusat kegiatan politik dan ekonomi peradaban bangsa Maya, terletak di Semenanjung Yucatan (kini wilayah Meksiko). Itza merupkan titik sentral kompleks bangunan lainnya seperti Piramida Kukulcan, Candi Chac Mool, dan bangunan Seribu Tiang. 7 Keajaiban Dunia 6. Koloseum adalah sebuah peninggalan bersejarah berupa gedung pertunjukan yang besar berbentuk elips disebut amfiteater atau dengan nama aslinya Flavian Amphitheatre, yang termasuk salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Pertengahan. Situs ini terletak di ibukota negara Italia, Roma, yang didirikan oleh Raja Vespasian pada masa Kekaisaran Romawi dan diselesaikan oleh anaknya Titus[1], dan menjadi salah satu karya terbesar dari arsitektur Romawi yg pernah dibangun. 7 Keajaiban Dunia 7. Taj Mahal (bahasa Urdu: ??? ???, Hindi: ??? ???) adalah sebuah monumen terletak di Agra, India. Dibangun atas keinginan Kaisar Mughal Sh?h Jah?n, anak Jahangir, sebagai sebuah musoleum untuk istri Persianya, Arjumand Banu Begum, juga dikenal sebagai Mumtaz-ul-Zamani atau Mumtaz Mahal. Pembangunannya menghabiskan waktu 23 tahun (1630-1653) dan merupakan sebuah adi karya dari arsitektur Mughal. 7 Keajaiban Dunia Piramida Agung Giza adalah piramida tertua dan terbesar dari tiga piramida yang ada di Nekropolis Giza dan merupakan satu-satunya bangunan yg masih menjadi bagian dari Tujuh Keajaiban Dunia. Dipercaya bahwa piramida ini dibangun sebagai makam untuk firaun dinasti keempat Mesir, Khufu (????, Cheops) dan dibangun selama lebih dari 20 tahun dan diperkirakan berlangsung pada sekitar tahun 2560 SM.[1] . Piramida ini kadang-kadang disebut sebagai Piramida Khufu.

Read more

Bersahabat dengan Perubahan

Posted in
by satria

Perubahan bersifat pasti dan tidak bisa dihindari maupun ditolak. Setiap perubahan pada diri manusia memberika ruang seluas-luasnya untuk memiisa berdalih jalan selanjutnya. Karena itulah setiap perubahan butuh untuk disikapi dan diantisipasi. Setiap perubahan bisa memberi dampak positif juga bisa berdampak negatif. Lapangan pekerjaan yang sempit, usia makin menua, anak-anak tumbuh dewasa, polusi udara, masalah kesehatan, perubahan cuaca dan segala perubahan lain bisa berdampak sangat buruk bahkan membuat stress. Ada beberapa kunci yang akan membawa kesuksesan kita dalam menghadapi perubahan. 1. Keyakinan, Sebagian besar kesuksesan dan terwujudnya mimpi dan cita-cita terjadi karena keyakinan kita. Dalam dunia kedokteran, keyakinan juga menjadi obat terampuh bagi pasien. Seorang yang yakin bahwa ia bisa sembuh, maka ia telah menyuntikkan sendiri obat kesembuhan dalam dirinya. Sedangkan obat-obatan hanyalah pemicu saja. Sama halnya dalam kehidupan, seseorang yang yakin bisa meraih cita-citanya, maka setengah keberhasilan telah ia kantongi. Otaknya secara alami merespon, hormon adrenalinnya mengalir, hatinya bersemangat dan teguh, seluruh peredaran darahnya mengalir lancar seakan mendukung ia melakukan aktivitas yang menuju terwujudnya sebuah cita-cita. Keyakinan untuk sukses akan membuat seluruh alam semesta mendukung. Tidak hanya tubuh kita yang memberi dukungan, namun seluruh alam semesta ini mulai dari keluarga kita, sopir angkot, dosen kita, rekan bisnis kita, cuaca, kendaraan, dan semua hal di sekita kita memberikan dukungan penuh agar semua terwujud. Mulai sekarang, jika anda punya sebuah cita-cita maka bangunlah keyakinan yang kuat, ikuti dengan langkah pertama yang paling awal, paling ringan dan palind mampu anda lakukan untuk mewujudkan lalu amatilah sekeliling anda. Anda akan menemukan dukungan Allah pada anda dengan menurunkan dukungan alam semesta di sekitar anda. Teruskan langkah anda dengan bekerja keras mewujudkan mimpi anda dan lihatlah bahwa kesuksesan tiba-tiba menghampiri anda. 2.Etika Setelah anda mempunyai keyakinan, jagalah etika anda. Karena sesuatu yang baik hanya bisa diperoleh hanya dengan cara yang baik. Etika juga memegang peranan penting untuk mendatangkan dukungan alam semesta pada cita-cita anda. Prinsip ini harus dijaga karena sebuah kesuksesan dibangun dari sebuah kebijaksanaan, penghormatan, keagungan perilku dan kesantunan. Tanpa itu semua, sebuah kesuksesan hanyalah keberhasilan semu yang tak membahagiakan. Hanya mereka yang sukses dengan beretika yang benar-benar disebut manusia sukses sejati. Sukseslah dengan menjaga etika, maka kebahagiaan akan mengguyur kehidupan anda tiap detiknya. 3.Kejujuran dan integritas Kejujuran merupakan pondasi keutuhan pribadi sedangkan integritas adalah sikap total dalam meraih kesuksesan yang bermartabat. Kedua hal ini begitu pentig dalam perjalanan menghadapi perubahan. Kehidupan yang semakin tidak bersahabat, kriminalitas yang menggurita, lapangan pekerjaan yang kian sempit dan berbagai masalah social yang tiap hari kita hadapi adalah bentuk dari perubahan-perubahan yang kadang berat untuk dihadapi. Karena itulah, agar tetap teguh dan tidak mudah rapuh, kita perlu meletakkan kejujuran dan integritas dalam wacana berpikir kita. Seseorang yang jujur mengakui kelemahan diri akan lebih mudah menerima masukan, mau belajar lebih giat, mampu bekerja lebih baik dan berusaha lebih keras. Sedangkan sesorang yang jujur mengakui kelebihan diri akan mudah tersulut semangatnya untuk berkarya, berekplorasi, memikirkan ide-ide baru untuk menghadapi perubahan.. Integritas merupakan langkah lanjutan dengan bekerja professional, memberi yang terbaik dan mengupayakan segala hal untuk berbuat yang terbaik. Perubahan macam apapun tak akan mampu membuat kita jatuh selama kejujuran dan integritas selalu kita jaga. 4. Bertanggung jawab Perubahan selalu akan kita hadapi dan akan berakhir manjadi masalah berat jika kita tak mengambil tanggung jawab untuk memberi solusi. Pada tiap kehidupan manusia, perubahan demi perubahan adalah pemicu keputusasaan. Mengapa?. Karena perubahan memaksa seseorang meninggalkan zona nyamannya untuk berpikir kreatif secara bertanggunga jawab untuk menyelesaikan dampak perubahan itu. Resesi ekonomi memberikan perubahan besar pada lapangan kerja, biaya pendidikan dan kehidupan sosial. Meratapinya akan memperburuk situasi. Mengambil alih masalah tersebut dengan mencari solusi secara bertanggung jawab, bekerja penh dedikasi minimal untuk diri sendiri adalah upaya untuk menang menghadapi perubahan. Hidup kita juga jauh lebih bersemangat, bermakna dan bahagia. Mengapa?. Karena hakikatnya orang yang bertanggung jawab pada dirinya, pekerjaanya, keluarganya atau lingkungannya adalah orang-orang yang telah meraih sebagian kebahagiaan dalam diri pribadinya tanpa ia sadari. 5. Profesionalisme Kesuksesan membutuhkan sumber bahan bakar berupa profesionalitas atau kecintaan pada pekerjaan apapun bentuknya. Banyak sekali contoh kesuksesan yang didapatkan seseorang ketika ia mencoba profesioanal dengan melakukan pekerjaan sebaik baiknya. Anda pasti kenal Thomas Alfa Edison. Penemu lampu yang menghabiskan waktu untuk melakukan percobaan hampir seribu kali namun selalu gagal. Namun sikap profesionalnya membuat ia tak goyah. Ia mencintai pekerjaannya dan kegagalan tak membuat ia patah semangat hingga ia sukses menghasilkan penemuan hebat yang menerangi kehidupan kita hingga saat ini. Kesuksesan meminta waktu muda, kuat, dan sehat Anda, bukan waktu tua, sakit dan lemah anda. Jadi mulailah bekerja profesional meski dalam urusan mengatur pola makan, pendidikan anak, membersihkan rumah, menjaga kesehatan hingga pekerjaan kantor anda.

Read more

Artikel Menarik: Hari Ibu Bukan Mother’s Day

Posted in Kamis, 22 Desember 2011
by satria

Dua hari ini tema yang sedang hangat dari status facebook teman-teman saya adalah tentang hari Ibu. Terus terang, saya malah baru tau kalo tanggal 22 kemaren ternyata adalah hari Ibu, hehe… Sehari sebelum itu, teman-teman sudah banyak yang menyatakan dan mengungkapkan kasih sayang mereka kepada Ibunda masing-masing melalui status facebook… Nah, berkaitan dengan tema ini, kemaren pagi saya iseng beli harian Kedaulatan Rakyat (selasa, 22 Desember 2009) dan menemukan sebuah artikel opini yang sangat menarik. Judulnya sangat jelas dan lugas, yaitu “Hari Ibu Bukan Mother’s Day”. Artikel itu Ditulis oleh Dra. Anik R Yudhastawa Mangunsarkoro M. Si, seorang pemerhati pergerakan wanita (di) Indonesia. Luar biasa. Saya langsung dibuat penasaran oleh judulnya. Lagipula temanya juga sangat aktual dan sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh banyak orang. Setelah saya baca, ternyata tulisan itu memang memberikan pengetahuan baru ke saya. Di situ dipaparkan tentang sejarah pergerakan wanita Indonesia. Jadi begini. Pada tahun 1928, para wanita di Indonesia masih dipandang lebih rendah derajatnya dari para pria. Namun para wanita menentangnya dan berinisiatif mendirikan “Komite Kongres Perempuan Indonesia”. Banyak kritik dari yang tua-tua dan bapak-bapak, antara lain “ Isteri tak perlu kongres-kongresan, tempat isteri di dapur, isteri tak perlu memikir kehidupan, isteri belum matang, isteri belum bisa berorganisasi”. Tekanan terhadap para isteri (Ibu) begitu besar. Namun para wanita itu tetap bersikukuh pada pendiriannya bahwa wanita dan pria harus bersama-sama dalam pergaulan / peri kehidupan, saling menguatkan, dengan tidaklah perempuan menjadi laki-laki, tetapi tetap pada kodrat masing-masing. Kemudian dilaksanakanlah Kongres Perempuan dengan maksud memusyawarahkan permasalahan di atas. Kongres Perempuan I dilaksanakan pada tahun 1928 di Yogyakarta. Kongres Perempuan II di Jakarta tahun 1935. Kongres yang ke 2 ini menghasilkan salah satu keputusan “bahwa kewajiban utama wanita Indonesia adalah untuk menjadi ‘Ibu Bangsa’ yang berarti menumbuhkan generasi baru yang lebih sadar akan kebangsaannya”. Kemudian Kongres Perempuan III dilaksanakan di Bandung tahun 1938. Dalam Kongres yang ke 3 inilah kemudian tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai HARI IBU dan dikukuhkan oleh Pemerintah sebagai Hari Besar Nasional (bukan hari libur) dengan Keppres No. 316, 16 Desember tahun 1959 ditandatangani oleh Ir. Soekarno. Nah, dari situ sang penulis ingin menegaskan bahwa peringatan Hari Ibu 22 Desember sangat terkait dengan perjuangan kemerdekaan dan kemanusiaan bangsa Indonesia oleh wanita Indonesia yang disebut sebagai para Ibu Bangsa. Jadi konsep ini sangat khas Indonesia. Hal ini sangat berbeda dengan Mother’s Day di Eropa, Amerika, dan negara lain. Mother’s Day merupakan hari penghargaan kepada kaum Ibu. Di hari itu Ibu dimanja, dibebaskan dari segala pekerjaan rumah tangga, semua dikerjakan oleh suami atau anak-anak. Tapi kayaknya yang lebih sering diekspresikan oleh masyarakat (khususnya di facebook) adalah konsep yang kedua ini ya…

Read more

Sulitnya Komisi Pemberantasan Korupsi mengendus persembunyian Nunun Nurbaeti di luar negeri ternyata berkat kepintaran pengawal-pengawal Nunun. Itu sebabnya kendati Nunun sering muhibah dari Singapura, Thailand, Kamboja, Hong Kong dan Laos, jejak Nunun tetap sulit terlacak. Tersangka kasus suap cek pelawat saat pemilihan Deputi Gubernus Senior Miranda Goeltom pada 2004 itu selalu dijaga oleh lima pria kulit putih dan seorang warga negara Thailand. Seorang di antaranya, dikenali sebagai Philip B. Christensen, veteran marinir Amerika Serikat. “Mereka bergantian mengawal Nunun,” kata seorang sumber Tempo, seperti dilaporkan dalam laporan utama majalah itu, yang terbit pekan ini (Selengkapnya baca Tempo edisi 19-25 Desember 2011). Dua tahun dalam pelarian, Nunun tetap aman. Mesk Nunun masuk dalam daftar buruan Interpol sejak Mei lalu, dia tetap tak terlacak. Ada pria plontos, kulit putih, dan berbadan kekar ini selalu duduk tepat di samping kursi Nunun. Pada suatu ketika, Philip memperoleh kursi terpisah dari istri mantan Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Adang Daradjatun itu. Ia pun segera meminta awak pesawat memindahkan kursinya agar bisa duduk berdampingan dengan “klien”-nya. Pertengahan November lalu, Philip tertangkap kamera Bandar Udara Suvarnabhumi, Bangkok. Mengenakan celana jins, kemeja putih, dan jaket hitam, dia berjalan tepat di belakang Nunun. Matanya terkesan sedang mengawasi sekeliling. Adapun Nunun menutup rambutnya dengan kerudung yang diikat di bagian atas. Menurut sejumlah sumber, aparat Thailand mengintai beberapa saat sebelum mulai merangsek ke rumah. Mereka menunggu hingga Philip meninggalkan rumah itu. Ketika kemudian polisi masuk, Nunun hanya ditemani pengawal berkewarganegaraan Thailand dan seorang kerabatanya. Philip bukan orang asing bagi Adang. Ia tercatat dua kali masuk Indonesia. Pada satu kali kunjungannya, ia diketahui bertemu pensiunan jenderal bintang tiga itu di Restoran Batavia, Jakarta Pusat. Ditanyai soal ini, Adang menolak memberi penjelasan. “Anda kejar sampai kapan pun, saya tidak akan menjawab,” ujarnya. Sedangkan Troy Pederson, Atase Pers Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta, menolak memberikan informasi tentang Philip. “Maaf, undang-undang kami melarangnya,” kata Pederson Selama pelarian di Bangkok, Thailand, Nunun Nurbaetie sesungguhnya tinggal di perumahan mewah. Komplek pemukiman Aqua Divina Urbano, semacam kawasan Menteng bagi Bangkok, dikenal sebagai hunian ekslusif atau semacam kawasan Menteng bagi Bangkok. Pemukiman itu tak jauh dari Bandar Udara Internasional Suvarnabhumi, hanya 12 kilometer atau sekitar 20 menit berkendara taksi. Terletak di timur pusat kota Bangkok, layaknya hunian eksklusif di Distrik Saphan Sung, penjagaan komplek cukup ketat. Tiga petugas keamanan berpakaian putih hitam tampak berjaga-jaga di pos penjagaan. Seluruh tamu yang masuk komplek, wajib lapor. Apalagi, kendaraan umum seperti taksi. Bukan taksi pun, petugas penjaga di pos utama selalu memelototi setiap kendaraan yang masuk. Tak terkecuali Tempo, yang Kamis 15 Desember 2011 lalu sedang menyelidiki “surga” persembunyian Nunun. Sekaligus rumah terakhir, sebelum polisi Thailand menjemputnya dan menyerahkan ke KPK di atas pesawat Garuda GA 867. (Lihat Beginilah Penangkapan Nunun di Bangkok Versi KPK) Nunun dibawa pulang ke Jakarta dengan menggunakan pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA 867 pada pukul 14.30 waktu di Bangkok. Kemudian tiba di Bandara Soerkarno-Hatta pada pukul 17.45 WIB. Sempat menghuni salah satu sel di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Nunun dilarikan ke rumah sakit ketika mau diperiksa KPK. Begitu memasuki komplek itu, petugas keamanan itu langsung menyambar. Lolos di pos pertama, belum tentu lolos di pos kedua. Pos kedua, hanya seratus meter dari pos pertama. Disitu, sudah ada ortal untuk mencegat kendaraan. Setelah ditanyai ini-itu oleh petugas keamanan yang berwajah India, mereka yang bukan penghuni – termasuk supir taksi yang ditumpangi Tempo – mesti meninggalkan kartu identitas untuk ditukar dengan kartu tamu. Dari pos itu, rumah Nunun tinggal sekitar 300 meter. Belok kanan di pertigaan kelima, rumah yang diduga disewa Nunun ada di Jalan Nantawan 5, paling ujung di deret kiri jalan buntu itu. Rumah bernomor 98/34 itu tampak lengang. Pagarnya tertutup rapat-rapat. Sepeninggal Nunun, rumah tersebut dibiarkan melompong. Menolak menyebutkan siapa pemiliknya, seorang staf pemasaran perumahan yang berkantor di dekat pos penjagaan kedua juga mengaku tak tahu siapa penghuninya belakangan ini. Tapi, menurutnya, harga sewa rumah di Aqua Divina saban bulannya berkisar 35 ribu baht atau sekitar Rp 11-12 juta atau sekitar Rp 120 juta setahun. Adapun harga beli rumah ukuran 316 meter persegi, seperti yang pernah dihuni Nunun, 10 juta baht (Rp 2,88 miliar). Mahal? Bagi Nunun, itu cuma setara dengan harga satu tas favoritnya, yakni Hermes Birkin, yang harganya ratusan juta hingga miliaran rupiah. Nunun tinggal di rumah dua lantai dengan tiga kamar utama dan sebuah kamar pembantu itu. Garasinya bisa memuat dua mobil. Berdasarkan penelusuran Tempo di Thailand, rumah yang ditinggali Nunun disewa atas nama orang lain. Menurut sumber ini, si pengontrak adalah seorang pria kulit putih warga negara Amerika Serikat (lihat Pelindung Nunun Orang Amerika). Pria inilah yang melindungi Nunun selama hampir dua tahun ini. Sebulan lalu, pria pengusaha ini membawa Nunun ke rumah itu. Namun peruntungan Nunun agaknya sudah habis. Ia disergap polisi setempat di rumah 98/34 ketika sang pengusaha sedang tak mengawalnya. Siapa sebenarnya lelaki ini?

Read more

Sosok Ibu di Tengah Tawuran Perang Batu Kelurahan Johar Baru

Posted in
by satria

Di antara dua kelompok remaja yang bersiap baku hantam, Umiyati (50) kerap berdiri sambil membentangkan kedua tangannya. Dihalaunya anak-anak RW 02 Kelurahan Johar Baru. “Saya berdiri di situ agar tidak ada tawuran. Anak-anak biasanya sungkan karena ada ibu-ibu yang berdiri di tengah mereka,” ujar ibu dua anak yang juga istri Dewa Firmansyah (51), Ketua RW 02 Kelurahan Johar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (21/12/2011). Tindakan ini bukan tanpa risiko. Batu dan molotov kerap berseliweran di atas kepala. Namun, semangat untuk menghentikan tawuran mengatasi rasa takutnya. Dan, di tengah konflik itu, Umi berdiri sendiri, sementara bapak-bapak serta pengurus lingkungan hanya menonton tawuran dari pinggiran. Ada juga orang tua yang justru menyemangati remaja yang berperang. Umi mengaku, baku lempar antarwarga di daerah itu sudah sedemikian berakar sehingga tawuran dianggap lumrah. Orang-orang sekitar akhirnya merasa tidak berdaya untuk menghentikan tawuran. Umi yang tinggal di kawasan Johar Baru sejak tahun 1969 merasakan bibit-bibit ketidakpedulian di antara warga dan di keluarga mulai subur saat ini. Pendidikan anak, misalnya, kerap terputus lantaran tidak ada semangat anak dan penyemangat dari keluarga. Akibatnya, nongkrong hingga pagi menjadi pemandangan biasa di wilayah ini. Warga juga tidak peduli dengan tingkah laku anak muda, termasuk bila mereka melakukan tindak kriminal. Yang tumbuh subur kemudian adalah solidaritas semu antaranak muda. Sejalan dengan semangat ini, tawuran semakin mudah tersulut. Di tengah kekacauan ini, Umi muncul dengan membawa semangat perubahan. Setelah suaminya terpilih menjadi Ketua RW, 27 Maret 2011, dia semakin getol turun ke anak-anak muda. Dia menyediakan waktu dan telinga untuk mendengarkan keluh kesah anak-anak. Dia juga yang sering kali mencereweti anak-anak yang kedapatan bolos kursus, main sampai sore, atau nongkrong hingga pagi. “Orangtua mereka tidak ada yang peduli anaknya mau berbuat apa. Justru saya yang peduli. Anak-anak ini malah cium tangan saya kalau bertemu. Bila ada apa-apa, mereka juga mencari saya,” ucap Umi. Langkah ini memang tidak sepenuhnya mulus. Umi kerap kali dihujat tetangganya karena terlalu rajin mengurusi anak-anak yang bukan anak kandungnya. Mendidik remaja belasan tahun yang sudah terbiasa hidup seenaknya juga bukan perkara mudah. Beberapa kali komitmen untuk tidak tawuran tetap dilanggar juga. Namun, Umi tidak surut. Dia menganggap anak-anak di RW 02 itu adalah anaknya juga. Karena itu, dia bersemangat untuk melobi agar berbagai pelatihan keterampilan masuk ke Johar Baru. Kini, dia merintis perpustakaan RW. “Sekarang bangunannya yang siap. Saya masih cari sumbangan buku. Siapa tahu anak-anak jadi senang membaca,” kata Umi. Umi bukan sosok ibu biasa. Keberadaan ibu yang peduli dengan lingkungan ini menjadi kebutuhan di tengah lingkungan yang kian individualistis.

Read more

Perspektif Teori Struktural Fungsional

Posted in
by satria

Perspektif Teori Struktural Fungsional Perspektif teori struktural fungsional memiliki akar pada pemikiran Emile Durkheim dan Max Weber, dua ahli sosiologi klasik yang terkenal. Sedangkan dalam perkembangan kemudian, perspektif ini juga dipengaruhi oleh karya Talcott Parson dan Robert Merton, dua ahli sosiologi kontemporer yang terkenal pada masa kini. Perspektif teori strukturakl fungsional dipandang sebagai perspektif teori yang sangat dominan dalam perkembangan sosiologi dewasa ini. Seringkali, perspektif ini disamakan dalam teori sistem, teori ekuilibrium. Konsep yang penting dalam perspketif ini adalah struktur dan fungsi, yang menunjuk pada dua atau lebih bagian atau komponen yang berbeda dan terpisah tetapi berhubungan satu sama lain. Struktur seringkali dianalogikan dengan organ atau bagian-bagian anggota badan manusia, sedangkan fungsi menunjuk bagaimana bagian-bagian ini berhubungan dan bergerak. Misalnya perut adalah struktur, sedangkan pencernaan adalah fungsi. Contoh lain, organisasi angkatan bersenjata adalah struktur, sedangkan menjaga negara dari serangan musuh adalah fungsi. Struktur tersusun atas beberapa bagian yang saling berhubungan dan saling bergantung satu sama lain. Struktur sosial terdiri dari berbagai komponen dari masyarakat, seperti kelompok-kelompok, keluarga-keluarga, masyarakat setempat/lokal dan sebagainya. Kunci untuk memahami konsep struktur adalah konsep status (posisi yang ditentukans secara sosial, yang diperoleh baik karena kelahiran (ascribed status maupun karena usaha (achieved status) seseorang dalam masyarakat). Jaringan dari status sosial dalam masyarakat merupakan sistem sosial, misalnya jaringan staus ayah-ibu-anak menghasilkan keluarga sebagai sistem sosial, jaringan pelajar-guru-kepala sekolah-pegawai tata usaha menghasilkan sekolah sebagai sistem sosial, dan sebagainya. Setiap status memiliki aspek dinamis yang disebut dengan peran (role) tertentu, misalnya seorang yang berstatus ayah memiliki peran yang berbeda dengan seseorang yang berstatus anak. Sistem sosial mengembangkan suatu fungsi tertentu yang dengan fungsi itu memungkinkan masyarakat dan bagi orang-orang yang menjadi anggota masyarakat untuk eksis. Masing-masing menjalankan suatu fungsi yang berguna untuk memelihara dan menstabilkan masyarakat sebagai suatu sistem sosial. Misalnya lembaga pendidikan berfungsi mengajarkan pengetahuan atau ketrampilan, lembaga agama berfungsi memenuhi kebutuhan rohaniah, keluarga berfungsi untuk sosialisasi anak dan sebagainya. Para penganut struktural fungsional mengasumsikan bahwa sistem senantiasa cenderung dalam keadaan keseimbangan atau equilibrium. Suatu sistem yang gagal dari salah satu bagian dari sistem itu mempengaruhi dan membawa akibat bagi bagian-bagian lain yang saling berhubungan satu sama lin. Setiap sistem sosial pada dasarnya memiliki dua fungsi utama, yaitu : (1) apa yang dapat dilakukan oleh sistem itu dan (2) konsekuensi-konsekuensi yang berkaitan dengan apa yang dapat dilakukan oleh sistem itu (fungsi lanjutan). Misalnya mata, fungsinya adalah melihat sesuatu dalam lingkungan. Fungsi lanjutan dari mata adalah dengan mata orang dapat belajar, bekerja dan juga dapat melihat datangnya bahaya. Dalam masyarakat, lembaga pemerintahan memiliki fungsi utama menegakkan peraturan, sedangkan fungsi lanjutannya adalah menggerakkan roda perekonomian, menarik pajak, menyediakan berbagai fasilitas sosial dan sebagainya. Menurut pandangan Robert Merton salah satu tokoh perspektif ini, suatu sistem sosial dapat memiliki dua fungsi yaitu fungsi manifest, yaitu fungsi yang diharapkan dan diakui, serta fungsi laten, yaitu fungsi yang tidak diharapkan dan tidak diakui. Lembaga pendidikan sekolah taman kanak-kanak misalnya memiliki fungsi manifes untuk memberikan dasar-dasar pendidikan bagi anak sebelum ke jenjang sekolah dasar. Fungsi latennya, memberi pekerjaan bagi guru TK, membantu orang tua mengasuh anak selagi orang tuanya bekerja dan sebagainya. Dalam pandangan Robert Merton, tidak semua hal dalam sistem selalu fungsional, artinya tidak semua hal selalu memelihara kelangsungan sistem. Beberapa hal telah menyebabkan terjadinya ketidakstabilan dalam sistem, bahkan dapat saja menyebabkan rusaknya sistem. Ini oleh Merton disebut dengan disfungsi. Misalnya tingkat interaksi yang tinggi dan kaku dalam keluarga dapat menghasilkan disfungsi, antara lain dalam bentuk kekerasan dan perlakuan kasar atau penyiksaan pada anak. Para penganut perspektif struktural fungsional ini berusaha untuk mengetahui bagian-bagian atau komponen-komponen dari suatu sistem dan berusaha memahami bagaimana bagian-bagian ini saling berhubungan satu sama lain suatu susunan dari bagian-bagian tersebut dengan melihat fungsi manifes maupun fungsi latennya. Kemudian mereka melakukan analisis mengenai manakah yang memberiu sumbangan bagi terciptanya kelestarian sistem dan manakah yang justru menyebabkan kerusakan pada sistem. Dalam hal ini dapat saja suatu komponen menjadi fungsional dalam suatu sistem, tetapi menjadi tidak fungsional bagi sistem yang lain. Misalnya ketaatan pada suatu agama merupakan sesuatu yang fungsional dalam pembinaan umat beragama, tetapi tidak fungsional bagi pengembangan persatuan berbagai etnik yang beragam agamanya. Dalam pandangan perspektif struktural fungsional ini, suatu sistem sosial eksis karena sistem sosial itu menjalankan fungsinya yang berguna bagi masyarakat. Pusat perhatian perspektif ini juga tertuju pada masalah tatanan (order) dan stabilitas, yang karena perhatiannya pada hal ini mereka dikritik mempertahankan status-quo. Karena perhatiannya tertuju pada keseimbangan dan kelsetarian sistem, perspektif ini juga sering dikritik mengabaikan proses perubahan yang terjadi dalam sistem sosial.

Read more

Sosiologi Keluarga

Posted in
by satria

Sosiologi keluarga : ilmu yang mengkaji tentang realitas sosiologis dari interaksi, pola, bentuk dan perubahan dalam lembaga keluarga, juga pengaruh perubahan/pergeseran masyarakat terhadap keluarga dan berpengaruh sistem dalam keluarga terhadap masyarakat secara umum. Mengapa memperlajari ilmu sosiologi keluarga, karena awal muasal apa yang terjadi dalam masyarakat dan akan berpengaruh juga dalam masyarakat. Definisi Keluarga 1. Elliot And Merrill : “…a group of two or more person residing together who are related by blood marriage or adaption.” adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang hidup bersama, atas dasar ikatan darah, perkawinan, atau adopsi. 2. E. S. ogar dus : “the family is a small social group, normally composed of a father, a mother, and one or more children, in which affection and responsibility are equitably sharedd and in which the children are reared to become self controlled and socially motivated persons.” 3. Mac Iver And Page : “family is group defined by a sex relationship sufficienly precise an during to provide for the up bringging of the children.” 4. A. M. Rose : “a family is a group of interacting person who recognize a relationship with each other based on common parentage, marriage and for adoption.” 5. Khairuddin : keluarga adalah hubungan yang terjadi antar seketurunan maupun tambahan (adopsi) yang di atur oleh perkawinan secarah dengan keturunan-keturunan mereka yang merupakan satu kesatuan khusus. Definisi secara umum : Keluarga adalah unit sosial atau kelompok sosial terkecil yang terdiri dari seorang ayah, ibu, satu atau lebih anak atau tanpa anak yang di ikat suatu perkawinan dimana di dalamnya terjadi adanya kasih sayang dan tanggung jawab dan dimana di dalamnya anak-anak dipelihara untuk menjadi seorang yang mempunyai rasa sosial. Hubungan sosial di antara anggota keluarga relatif tetap dan di dasarkan atas ikatan darah, perkawinan atau adopsi. hubungan antara anggota keluarga di jiwai oleh suasana kaksih sayng dan rasa tanggung jawab. keluarga berfungsi untuk merawat, memelihara, dan melindungianak dalam rangka sosialisasinya agar mereka mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial, meliputi: tanggungjawab, toleransi, etika, saling mengasihi, kebersamaan, dll. klasifikasi keluarga 1. keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang di dalamnya memiliki anggota keluarga yang terdiri dari anggota keluarga inti yaotu ayah, ibu, dan atau tanpa anak. 2. keluarga batih (extended family) adalah keluarga yang di dalamnya memiliki anggota keluarga selain inti. faktor terbentuknya keluarga, antara lain ; * Dorongan sex, muncul dari kesepakatan tiap-tiap individu untuk hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan biologis. * Dorongan memperoleh keturunan dan melanjutkan hubungan darah. * Alasan ekonomi, keluarga sebagai media untuk memperoleh penghasilan dan memenuhi kebutuhan hidup atar suami dan istri. * Alasan politis, orang yang memiliki partner (pasangan) lebih yakin dalam mengambil keputusan dan mencari solusi permasalahan karena dukungan moral dari pasangan. * budaya, ada kebiasaan negatif yang diberikan masyarat kepada seseorang jika telah mengalami masa terlambat maupun terlalu cepat perkawinan(kawin muda).

Read more

Sosiologi Pariwisata

Posted in
by satria

PAPER KAJIAN SOSIOLOGI PARIWISATA DALAM PERANAN OBJEK WISATA DIY DALAM PROSES PERKEMBANGAN KEPARIWISATAAN DI DIY Disusun Oleh : Nama : Agung Dirga Kusuma Nim : 10413241027 Prodi : Pendidikan Sosiologi Dosen Pengampu : V. INDAH SRI PINASTI, M, Si. A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan sumber daya alam, keunikan budaya serta tempat bersejarah masa lalu. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki potensi, kesempatan dan peluang untuk mengembangkan potensi wisatanya. Disisi lain pengembangan daerah wisata merupakan peluang untuk mengisi kesempatan kerja maupun peluang kesempatan berusaha bagi masyarakat. Potensi wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi wisata pantai, alam, gunung, agrobisnis, sejarah, budaya, seni dan wisata pendidikan yang diantaranya dapat menyalurkan potensi masyarakat. Selanjutnya disadari bahwa untuk pengembangan program wisata merupakan tantangan guna memenuhi tuntutan pasar. Tantangan tersebut dapat meliputi pengembangan program layanan jasa dan produk. Peningkatan daya tarik dan rancangan keunggulan. Hal ini semua sekaligus merupakan salah satu permasalahan saat ini. Pengembangan/pembangunan di bidang kepariwisataan di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta begitu pesat, hal ini sejalan dengan usia kepariwisataan di Yogyakarta terbilang matang. Namun demikian, pemerintah daerah harus selalu berusaha untuk mengembangkan kepariwisataan di Yogyakarta. Hal ini dilihat dari segi jumlah wisatawan mancanegara yang terus meningkat. Selain dilihat dari segi meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara, juga dilihat dari segi potensi pariwisata dan berbagai keunggulan lainnya yang menunjang kepariwisataan di Yogyakarta. Seperti, potensi dan objek pariwisata yang bervariasi, keindahan alam poegunungan, objek budaya yang meliputi music dan tari, peninggalan historis yang tersebar luas di seluruh pelosok Daerah Istimewa Yogyakarta. Aspek geoografis Daerah Istimewa Yogyakarta yang cukup bagus di tunjang dengan transportasi yang begitu lengkap membuat Daerah Istimewa Yogyakarta layak menyandang predikat Provinsi Pariwisata. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana peran pemerintah dalam pengembangan pariwisata di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? 2. Bagaimana peran masyarakat dalam pengembangan pariwisata di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta? 3. Apa pengaruh pembangunan di bidang kepariwisataan di DIY terhadap masyarakat DIY? 4. Bagaimana Peranan Pengembangan Objek wisata DIY terhadap proses perkembangan Kepariwisataan DIY? C. Kajian Teori 1. Teori Interaksionisme Simbolik Pokok perhatian interaksionis simbolik adalah dampak makna dan simbol pada tindakan dan interaksi manusia. dalam hal ini ada gunanya menggunakan gagasan Mead tentang petrbedaan perilaku tertutup dengan perilaku terbuka. Perilaku tertutup adalah proses berfikir, yang melibatkan simbol dan makna. Perilaku terbuka adalah perilaku aktual yang dilakukan oleh aktor. Beberapa perilaku terbuka tidak melibatkan perilaku tertutup (misalnya perilaku habitual atau respon tanpa berfikir terhadap stimulus eksternal). Namun kebanyakan tindakan manusia melibatkan kedua jenis perilaku tersebut. Perilaku tertutup menjadi pokok perhatian terpenting inteaksionis simbolis, sementara itu perilaku terbuka menjadi pokok perhatian terpenting para teoretisi pertukaran atau behavioris tradisional pada umumnya. Makna dan simbol memberi karakteristik khusus pada tindakan sosial (yang melibatkan aktor tunggal) dan interaksi sosial (yang melibatkan dua aktor atau lebih yang melakukan tindakan sosial secara timbal balik). Dengan kata lain, ketika melakukan suatu tindakan, orang juga mencoba memperkirakan dampaknya pada aktor lain yang terlibat. Meski sering kali terlibat dalam perilaku habitual tanpa berfikir, orang memiliki kapasitas untuk terlibat dalam tindakan sosial. Dalam proses interaksi sosial, secara simbolis orang mengomunikasikan makna kepada orang lain yang terlibat. Orang lain menafsirkan simbol-simbol tersebut dan mengarahkan respon tindakan berdasarkan penafsiran mereka. Dengan kata lain, dalam interaksi sosial aktor terlibat dalam proses pengaruh mempengaruhi. Christopher (2001) menamakan interaksi sosial dinamis ini dengan “tarian” yang melibatkan pasangan. Interaksionis simbolik tidak hanya tertarik pada sosialisasi namun pada interaksi secara umum, yang juga “punya arti penting tersendiri” (Blumer, 1969B:8). Interaksi adalah proses ketika kemampuan berfikir dikembangkan dan diekspresikan. Semua jenis interaksi, bukan hanya interaksi selama sosialisasi, memoles kemampuan berfikir kita. Diluar itu, berfikir membangaun proses interaksi. Pada sebagian besar inteaksi, aktor harus mempertimbangkan orang lain untuk memutuskan ya atau tidak dan bagaimana menyesuaikan aktifitas mereka dengan aktifitas orang lain. Namun tidak semua interaksi melibatkan proses berfikir. Pembedaan yang dilakukan Blumer(Mengikuti Mead) antara dua bentuk dasar Interaksi sosial relevan dalam pokok bahasan ini. Yang pertama yaitu interaksi non simbolis/gagasan Mead tentang percakapan gestur atau tidak melibatkan proses berfikir. Yang kedua interaksi simbolis memerlukan proses mental. (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2010: 373) 2. Teori Struktural Fungsional Dalam teori menjelaskan bahwa masyarakat sebagai sistem sosial, terdiri dari bagian-bagian (subsistem)yang independent. Masing-masing bagian mempunyai fungsi-fungsi tertentu, yang berperan menjaga eksistensi dan berfungsinya sistem secara keseluruhan. Setiap elemen atau subsistem harus dikaji dalam hubungan dengan fungsi-fungsi dan perannya terhadap sistem, serta dilihat dari akibat yang ditimbulkan oleh perilaku suatu subsistem. Jadi, yang dilihat adalah fungsi real, bukan fungsi yang seharusnya. Apabila suatu sistem dapat mempertahankan batas-batasnya, maka sistem tersebut akan stabil. Berfungsinya masing-masing bagian (subsistem) dalam suatu sistem, akan menyebabkan sistem ada dalam keadaan equilibrium. Masyarakat yang equilibrium adalah masyarakat yang stabil, normal, karena semua faktor yang saling bertentangan telah melakukan keseimbangan. ( I Gde Pitana dan Putu G. Gyatri , 2005 :19) 3. Teori Perubahan Sosial Pitirim A. Sorokin berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan adanya suatu kecenderungan yang tertentu dan tetap dalam perubahan-perubahan social tidak akan berhasil baik. Dia meragukan kebenaran akan adanya lingkaran perubahan-perubahan social tersebut. Akan tetapi, perubahan-perubahan tetap ada dan yang paling penting adalah lingkaran terjadinya gejala-gejala social harus dipelajari karena dengan jalan tersebut barulah akan dapat diperoleh suatu generalisasi. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan social merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya, yaitu: kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan seterusnya, bahkan perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi social. D. Pembahasan 1. Pariwisata Merupakan Fenomena Sosial Pada hakikatnya manusia adalah makhluk social, punya naluri untuk berhubungan dengan orang lain. Dalam masalah kepariwisataan, perjalanan wisata dari satu daerah ke daerah lain merupakan gejala social manusia yang selalu ingin melakukan hubungan dengan orang/bangsa lain. Dalam peradaban yang modern ini, pesatnya arus informasi, perkembangan teknologi komunikasi, ilmu pengetahuan, dan seni, menyebabkan orang tergerak untuk melakukan perjalanan wisata ke luar daerah bahkan ke luar batas wilayah negaranya. Kegiatan pariwisata yang identik dengan rekreasi ini merupakan salah satu dari bentuk aktivitas manusia, seperti dikemukakan oleh Michael Chubb, dkk. Dalam bukunya One Third of Our Time. Mengklasifikasikan aktivitas manusia menjadi lima hal, yaitu rekreasi, kebutuhan fisik, spiritual, pekerjaan dan pendidikan, serta tugas-tugas keluarga dan kemasyarakatan (Michael Chubb, 1981). Derasnya arus informasi dan promosi Negara tujuan wisata, semakin meningkatkan keinginan manusia untuk saling berkunjung ke Negara-negara tujuan wisata. Hal ini merupakan gejala yang mendasar dari manusia, yakni ingin menjalin hubungan dengan bangsa lain. Pada zaman yang modern ini, melakukan wisata atau melawat ke Negara lain, juga merupakan kebutuhan sekunder, karena disamping rekreasi mereka mempunyai motivasi yang beragam seperti untuk olahraga, pendidikan, dan kebudayaan. Dalam cakupan yang lebih luas, fenomena social yang erat kaitannya dengan kegiatan kepariwisataan adalah perjalanan wisata yang dikaitkan dengan kegiatan social. Seorang penyanyi yang melawat/melakukan perjalanan wisata untuk tur dan aksi social. Organisasi ibu-ibu menyelenggarakan perjalanan wisata bagi anak-anak yatim piatu merupakan salah satu bentuk dari perjalanan wisata sebagai perwujudan rasa social untuk membantu orang lain. Dapat disimpulkan bahwa fenomena social dalam kepariwisataan adalah kebutuhan dasar manusia untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Di samping itu, lebih luas lagi bias diartikan sebagai kegiatan wisata yang dibarengi dengan aksi social. 2. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta Pemerintah memiliki strategi pengembangan dan pembangunan kepariwisataan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Diantaranya adalah : • Rencana Induk Pengembangan (RIP) Pariwisata Penyusunan RIP di setiap Provinsi mutlak diperlukan untuk pengembangan dan pembangunan pariwisata di daerah secara terencana dan terprogram. Baik bagi daerah yang sudah popular maupun yang belum. • Sebagai Prioritas pembangunan di Daerah Bidang pariwisata hendaknya diprioritaskan sebagai bidang yang ditangani secara serius dengan tetap memberikan porsi pada bidang-bidang yang lain. Terutama yang telah menjadi cirri khas suatu daerah, misalnya pertanian atau industry. • Pembangunan Sarana dan Prasarana a. Pembangunan jalan dan jembatan b. Pembangunan pelistrikan c. Pembangunan prasarana air minum d. Pembangunan air minum e. Pembangunan hotel baru f. Pembangunan sarana transportasi (darat, laut, dan udara) g. Pembangunan Sarana Terdidik • Pengadaan Tenaga Administrasi Semakin ramainya bisnis pariwisata, banyak diperlukan tenaga terdidik yang terampil dan siap kerja di bidang Industri Pariwisata. Industri pariwisata, termasuk dalam jajaran ini adalah : a. Akomodasi b. Restoran dan catering c. Biro perjalanan umum dan agen perjalanan d. Pramuwisata e. Cinderamata f. Angkutan wisata jalan raya • Promosi Pariwisata Banyak cara pemerintah dalam memperomosikan objek wisata yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta seperti promosi melalui surat kabar, media televise maupun melalui WEB supaya menarik wisatawan untuk berkunjung dan berwisata ke Yogyakarta. 3. Peran Masyarakat dalam Mendukung Pengembangan Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta Masyarakat sangat mendukung dengan adanya pengembangan pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Berkembangannya kepariwisataan di DIY sangat membawa dampak positif bagi warga Yogyakarta itu sendiri. Sumber Daya Manusia Yogyakarta juga sangat mendukung untuk pengembangan daerah wisata Yogyakarta sendiri. Fakta lain membuktikan bahwa, terdapat tidak kurang dari 70.000 industri kerajinan tangan yang dikelola oleh masyarakat, dan sarana lain yang amat kondusif seperti fasilitas akomodasi dan transportasi yang amat beragam, aneka jasa boga, biro perjalanan umum, serta dukungan pramuwisata yang memadai, tim pengamanan wisata yang disebut sebagai Bhayangkara Wisata. Potensi ini masih ditambah lagi dengan letaknya yang bersebelahan dengan Propinsi Jawa Tengah, sehingga menambah keragaman obyek yang telah ada. Kedua, berkaitan dengan ragam spesifisitas obyek dengan karakter mantap dan unik seperti Kraton, Candi Prambanan, kerajinan perak di Kotagede. Spesifikasi obyek ini msih didukung oleh kombinasi obyek fisik dan obyek non fisik dalam paduan yang serasi. Kesemua faktor tersebut memperkuat daya saing DIY sebagai propinsi tujuan utama (primary destination) tidak saja bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Sebutan Prawirotaman dan Sosrowijayan sebagai 'kampung internasional' membuktikan kedekatan atmosfir Yogyakarta dengan 'selera eksotisme' wisatawan mancanegara. Menurut penelitian Puslitbang Pariwisata pada tahun 1980, pariwisata Yogyakarta memiliki beberapa kekuatan daya tarik, seperti iklim yang baik, atraksi pemandangan yang beragam, budaya yang menarik dan sejarah, masyarakat yang ramah dan bersahabat, akomodasi khas, gaya hidup, harga yang pantas. 4. Pengaruh pembangunan di bidang kepariwisataan di DIY terhadap masyarakat DIY a. Pengaruh positif • Makin Luasnya Kesempatan Usaha Lapangan usaha yang dapat tumbuh guna menyediakan keperluan wisatawan cukup luas. Hotel, restoran, biro perjalanan, pramuwisata, tempat rekreasi, tempat penukaran uang, poerusahaan angkutan, took cenderamata, pusat perbelanjaan, pembentukan kelompok kesenian, dan lain sebagainya. • Makin luasnya Lapangan Kerja Untuk menjalankan usaha yang tumbuh dibutuhkan tenaga kerja, dan makin banyak wisatawan yang berkunjung makin banyak pula jebnis usaha yang tumbuh sehingga makin luas pula lapangan kerja yang tercipta. Lapangan kerja yang tercipta tidak hanya yang langsung berhubungan dengan pariwisata, tetapi juga di bidang yang tidak langsung berhubungan dengan pariwisata. • Meningkatnya pendapatan Masyarakat dan Pemerintah Meningkatnya pendapatan masyarakat dan pemerintah berasal dari pembelanjaan dan biaya yang dikeluarkan wisatawan selama perjalanan dan persinggahannya, seperti untuk hotel, makan dan minum, cenderamata, dan angkutan. • Mendorong Pelestarian Budaya dan Penggalan Sejarah Beraneka ragam tata cara, adat istiadat, kesenian, peninggalan sejarah yang menjadi daya tarik pariwisata, dan juga menjadi modal utama untuk mengembangkan pariwisata. Oleh karena itu, melalui pengembangan pariwisata, modal utama ini diupayakan agar terpe;lihara, dilestarikan bahkan dikembangkan. • Mendorong Terpeliharanya Lingkungan Hidup Melalui pengembangan pariwisata, keindahan dan kekayaan alam serta keberhasilan lingkungan didorong untuk dipelihara dan dilestarikan. • Terpeliharanya Keamanan dan Ketertiban Dengan dikembangkannya pariwisata, maka keamanan dan ketertiban didorong untuk ditingkatkan • Mendorong Peningkatan dan Pertumbuhan di Bidang Pembangunan Sektor Lainnya • Memperluas Wawasan Nusantara, Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa serta menumbuhkan Rasa Cinta Tanah Air b. Pengaruh negative • Harga di Daerah yang Menjadi Tujuan Pariwisata Makin Tinggi • Terjadi Pencemaran Lingkungan Alam dan Lingkungan Hidup • Terjadi Sifat ikut-ikutan oleh Masyarakat Setempat • Tumbuhnya Sifat Mental Materialistis • Tumbuhnya Pedagang Asongan • Tumbuhnya Sikap Meniru Wisatawan • Meningkatnya Tindak Pidana 5. Peranan Pengembangan Objek wisata DIY terhadap proses perkembangan Kepariwisataan DIY Pengembangan Objek wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta sedang gencar-gencarnya dilakukan pemerintah. Yogyakarta masih menduduki peringkat ke-dua setealah Bali sebagai pusat tujuan wisata, didukung dengan sumber manusia yang cerdas, bukan tidak mungkin nantinya Daerah Istimewa Yogyakarta akan menjadi Daerah Tujuan Wisata wajib bagi wisatawan local maupun mancanegara. Terbukti dengan adanya pembukaan objek wsata baru seperti pantai yang masih asli membuat meningkatnya wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Bukan hanya itu hal ini jug berdampak pada kepariwisataan di DIY. Pengelolaan kepariwisataan yang semakin baik dan terus berkembang akibat dari pengembangan objek wisata di DIY serta beraneka ragam objek menjadi daya tarik tersendiri. Fasilita umum, jalan, jembatan, transportasi, penginapan terus mengalami kemajuan pesat akibat dari adanya Pengembangan Daerh Tujuan Wisata. E. Kesimpulan Pariwisata juga merupakan fenomena social, banyak terdapat fenomena social yang terjadi terkaid dengan adanya fenomena social. Melihat prospek pengembangan objek wisata yang berdampak positif bagi pembangunan kepariwisataan daerah atau daerah itu sendiri. Adanya perluasan usaha, penyerapan tenaga kerja, perolehan devisa, dan peningkatan pendapatan per kapita merupakan dampak yang dirasakan secara umum akibat adanya pengembangan kepariwisataan di DIY. Ketiga teori, seperti teori Interaksionalisme simbolik yang berkaitan dengan kajian interaksi yang terjadi di daerah tujuan wisata, teori structural fungsional yang terkait dengan struktur yang ada dalam objek wisata tersebut baik struktur kepengurusan objek wisata maupun struktur masyarakat setempat, serta teori perub ahan social yang terkait dengan perubahan yang terjadi di sekitar daerah tujuan wisata setelah wisata itu dikemvbangkan. F. Referensi Karyono, A. Hari. 1997. Kepariwisataan. Jakarta: Gramedia Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers Windiyarti, Dara. 1993. Dampak Pengembangan Pariwisata terhadap Kehidupan Sosial Di Daerah Timor Timur. Dili: Depdikbud

Read more

Cerpen

Posted in Selasa, 20 Desember 2011
by satria

SALAH PANCING Oleh : Agung Dirga Kusuma Langit pagi ini berisi matahari setengah sembunyi dan gumpalan awan putih tertata rapi. Terdengar suara gemericik air dipadukan dengan suara rautan bambu membentuk sebuah harmonisasi nada yang indah. Sekelompok anak sedang duduk melingkar di pinggir sungai lengkap dengan peralatan memancing. Bambu, tali pancing, kail, timah dan sebungkus cacing tanah yang telah di siapkan dari rumah. Butet nama pemimpin mereka, seorang anak kelas lima SD di Desa Tegal Sari, dia merupakan anak yang paling tua di kelompoknya, sebut saja Sutha, Yono, dan Parmin anggota kelompoknya. Mereka masing-masing masih duduk di kelas empat SD. Mereka sebut ini adalah bulan Desember ceria, dimana waktu liburan sekolah mereka isi dengan kegiatan memancing di dukung dengan hembusan angin semilir sejuk sampai ke hati. “Bagaimana teman-teman, sudah siap!” seru Butet. “Sebentar, belum siap!” Jawab Yono, sambil memasukkan seuntai tali pancing ke dalam kail kecil di tangan kanannya. Sambil menunggu Yono yang sedang sibuk mempersiapkan peralatanya, yang lain asik memasang cacik yang masih meliuk-liuk seakan memberontak tak ingin mengakhiri hidupnya dimakan ikan. Hari mulai tak bersahabat, terik matahari yang menyengat menembus pakaian mereka. Sudah sekitar tiga jam mereka duduk sabar menunggu ikan yang tersangkut di kail mereka. Tidak ada satupun ikan yang ingin memakan umpan mereka. “Apakah raja cacing sudah menghadap raja ikan agar rakyat cacing tidak dimakan saat dijadikan umpan bagi para pemancing?” kata Parmin. “ Bukankah raja ikan tahun kemarin sudah kita tangkap?” celetukan Sutha seakan mencairkan suasana. Tidak lama mereka bercanda gurau, tiba-tiba pancing Yono ada yang menarik. Ternyata benar ikan pertama jadi milik Yono, ukurannya lumayan besar untuk standar ikan di sungai. Kelihatan tidak mau kalah, Butet, Sutha, dan Parmin jadi bersemangat untuk mendapat ikan. “Ternyata ratu ikan yang ku tangkap.” Teriak Yono senang. “Mungkin panglima perang atau putra mahkota yang akan ku tangkap selanjutnya!” Butet tak mau kalah. Semangat mereka ternyata berbuah hasil, Butet berhasil menangkap panglima perang ikan (Semacam Ikan Lele yang memiliki senjata di kedua sisi mulutnya). Parmin menyusul, tapi bukan putra mahkota yang dia dapat, melainkan rakyat jelata yang masih muda. Hari mulai semakin sore, matahari yang tadinya semangat menyerang kulit mereka sudah bosan untuk bermain hari ini. Butet, Parmin, dan yono yang sudah mendapat ikan masing-masing dua sudah menampakkan lesung pipit di pipi kirinya. Sutha yang tak kunjung mendapat ikan tak kehabisan akal. Sewaktu semua temannya asik menunggu ikan terakhir di sungai. Tiba-tiba Sutha berteriak. “Hore, aku dapat!, besar pula. Ini lebih dari raja ikan sekalipun, mungkin Dewa ikan” Serentak mereka melihat kearah Sutha yang sedang berteriak. Ternyata pancing Sutha masuk ke dalam ember Yono. Ikan yang dikira Dewa ternyata adalah ratu ikan milik Yono. Mereka langsung menertawakan Sutha yang salah tangkap. Bukan Dewa yang ditangkap melainkan ratu ikan milik Yono. Hari semakin gelap. Bunyi jangkrik dan katak yang bersahut-sahutan menjadi pertanda mereka harus pulang. Walaupun Sutha tidak medapat ikan, sutha tetap pulang membawa ikan. Ikan hasil tangkapan mereka dibagi rata. Memang sudah menjadi kebiasaan mereka untuk hidup saling berbagi.

Read more

Trend Pornografi dan Upaya Kriminalisasinya

Posted in Selasa, 13 Desember 2011
by satria

Trend Pornografi dan Upaya Kriminalisasinya

Daerah-daerah akses cyberporn tersebut merupakan pusat mahasiswa dan pelajar menuntut ilmu. Sangat ironis memang, namun itulah kenyataannya

UU No 44 tahun 2008 tentang Pornografi sudah hampir setahun diberlakukan. Meskipun sempat menuai pro dan kontra, akhirnya UU ini tetap disahkan pada tanggal 26 November 2008. Bagaimana trend pornografi di Indonesia pasca disahkannya UU Pornografi ? Apa saja perbuatan pornografi yang dilarang ? Berkaitan dengan hal ini, Depkominfo bekerjasama dengan Dinas Komunikasi dan Informasi Propinsi Kepulauan Bangka belitung menggelar seminar yang diselenggarakan pada 15 Oktober lalu.

Trend Pornografi Di Indonesia
Pornografi bisa dikatakan memiliki usia yang tidak jauh berbeda dengan usia manusia. Perkembangannya dari masa ke masa mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mulai dari pornografi di dinding-dinding gua yang dibuat manusia ratusan tahun yang lalu sampai dengan cyberporn (pornografi internet) yang saat ini sudah merajalela dan bisa diakses kapan saja dengan mudah dan murah.

Peri Umar Farouk dari Gerakan Jangan Bugil Depan Kamera mengungkapkan beberapa data yang mungkin akan membuat kita merasa ironis dan baru menyadari betapa sudah parahnya penyebaran dan konsumsi pornografi di Indonesia. Pada tahun 2006 berdasarkan data Internet Pornography Statistic, Indonesia menempati peringkat ketujuh pengakses kata ”sex” di internet. Sementara data Googletrends posisi Indonesia meningkat pada peringkat kelima ditahun 2007. Apakah ditahun berikutnya turun ??? Masih data dari Googletrends, justru ditahun 2008 dan 2009 Indonesia masuk tiga besar, yaitu diperingkat tiga.

Data di atas menunjukkan posisi Indonesia sebagai pengakses cyberporn diantara deretan negara-negara lain. Bagaimana kondisinya di daerah ? Data tersebut tentunya merupakan hasil kumulatif dari semua daerah yang ada di Indonesia. Data Googletrends menunjukkan tujuh besar daerah di Indonesia yang paling banyak mengakses istilah ”sex”. Peringkat tujuh besar tersebut dimulai dari subregions Yogyakarta, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jakarta, Jawa Timur, Bali dan ditutup oleh Jawa Barat.

Apabila diamati daerah-daerah akses cyberporn tersebut merupakan pusat mahasiswa dan pelajar menuntut ilmu. Sangat ironis memang, namun itulah kenyataannya. Daerah pusat pendidikan akan menjadi tempat pertama perkembangan teknologi informasi, karena pendidikan membutuhkan teknologi tersebut. Namun sayangnya dampak negatif teknologi informasi tersebut tidak terbendung, sehingga muncul pertanyaan, internet itu diciptakan sebagai media pendidikan atau media pornografi ? Kita para pengguna internet atau user lah yang bisa menjawabnya.

Kriminalisasi Pornografi

Apa sebenarnya yang dikriminalisasi atau perbuatan yang dilarang dalam UU ini ? Pertanyaan ini penting dijawab sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat. Namun sebelumnya perlu untuk dijabarkan pengertian pornografi dan jasa pornografi agar penjelasan ketentuan pidananya lebih mudah dimengerti.

Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh/bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yg memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yg melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Sementara Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yg disediakan oleh orang perseorangan/korporasi melalui pertunjukan langsung, televisi kabel, televisi teresterial, radio, telepon, internet, dan komunikasi elektronik lainnya serta surat kabar, majalah&barang cetakan lainnya.
Ketentuan Pidana UU ini diatur dalam Bab VII mulai dari Pasal 29 sampai Pasal 41. Adapun perbuatan yang dilarang adalah memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan/menyediakan pornografi (P.29); menyediakan jasa pornografi (P.30); meminjamkan/mengunduh pornografi (Pasal 31); memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi (P.32); mendanai/memfasilitasi perbuatan dalam Pasal 29 dan 30 (P.33); sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek/model yang mengandung muatan pornografi (P.34); menjadikan orang lain sebagai objek/model yang mengandung muatan pornografi (P.35); mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan/di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya (P.36); melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai objek dalam produk pornografi/jasa pornografi (P.37); dan mengajak, membujuk, memanfaatkan, membiarkan, menyalahgunakan kekuasaan, atau memaksa anak dalam menggunakan produk atau jasa pornografi (P. 38).

Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan beragam, sesuai dengan tingkat kejahatannya. Sanksi pidana penjara maksimal 12 tahun dan minimal 6 bulan. Sedangkan sanksi pidana denda maksimal 7,5 milyar dan minimalnya 250 juta. Khusus untuk tindak pidana di atas yang melibatkan anak sanksi pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari maksimum ancaman pidananya. Sementara bagi pelaku korporasi ketentuan maksimum pidana dendanya dikalikan 3 (tiga).

Bagaimana BABEL ?

Kasus pornografi di Babel bisa dikatakan sudah mulai berkembang. Hal ini terlihat dari mulai banyaknya terungkap peredaran VCD/DVD porno, menjamurnya warnet yang memudahkan akses pornografi dan penyebaran pornografi melalui HP. Implementasi UU Pornografi di daerah membutuhkan partisipasi aktif semua pihak. Tidak hanya aparat keamanan, tapi juga masyarakat serta keluarga. Disamping itu adanya koordinasi dan kerjasama dalam pemberantasan pornografi antar instansi terkait, seperti Dinas Pendidikan, Dinas kebudayaan dan Pariwisata, Dinas Komunikasi dan Informasi, Departemen Agama, media massa dan elektronik, tokoh masyarakat dan tokoh agama, LSM, pengusaha warnet dan lain-lain, akan semakin mempersempit ruang gerak peredaran pornografi yang akan merusak moral dan masa depan anak bangsa.

Read more

Recent Posts

Recent Comments

Subscribe

Subscribe by Email
Diberdayakan oleh Blogger.

Sosiologi

masa depanku adalah sosiologi..

Featured Posts

Copyright 2010 @ Sahabat Ilmiah Sosiologi