Salam Multikultural. . .

Selamat Datang Kawan-kawan semua.
Salam perkenalan dari saya.


Spirit Sosiologi...!!!!
:)

Popular Posts


Kenakalan Remaja, Peran Orang Tua, Guru dan Lingkungan

Posted in Kamis, 24 November 2011
by satria

Artikel

Kenakalan Remaja, Peran Orang Tua, Guru dan Lingkungan

Sebenarnya menjaga sikap dan tindak tanduk positif itu tidak hanya tanggung jawab para guru dan keluarganya, tetapi semua orang, Guru yang selalu mengusahakan keluarganya menjadi garda terdepan dalam memberikan pendidikan dengan sebuah contoh, adalah cerminan komitmen dan pendalaman makna dari seorang guru. Sang guru harus berusaha agar keluarganya baik dan tidak korupsi agar ia dapat mengajari kepada murid-muridnya yang merupakan remaja generasi penerus bangsa memiliki moral dan ahlak baik dan tidak korupsi, berusaha tidak berbohong agar murid-muridnya sebagai remaja yang baik tidak menjadi pendusta.

Guru adalah profesi yang mulia dan tidak mudah dilaksanakan serta memiliki posisi yang sangat luhur di masyarakat. Semua orang pasti akan membenarkan pernyataan ini jika mengerti sejauh mana peran dan tanggung jawab seorang guru . Sejak saya baru berusia 6 tahun hingga dewasa, orang tua saya yang merupakan seorang guru, selalu memberikan instruksi yang mengingatkan kami para anak-anaknya adalah anak seorang guru yang harus selalu menjaga tingkah laku agar selalu baik dan jangan sampai melakukan sebuah kesalahan . Seberat itukah, seharus itukah kami bertindak Lantas apa hubungan profesi orang tua dengan dengan anak-anaknya?.

Peran guru tidak hanya sebatas tugas yang harus dilaksanakan di depan kelas saja, tetapi seluruh hidupnya memang harus di dedikasikan untuk pendidikan. Tidak hanya menyampaikan teori-teori akademis saja tetapi suri tauladan yang digambarkan dengan perilaku seorang guru dalam kehidupan.

Terkesannya seorang Guru adalah sosok orang sempurna yang di tuntut tidak melakukan kesalahan sedikitpun, sedikit saja sang guru salah dalam bertutur kata itu akan tertanam sangat mendalam dalam sanubari para remaja. Jika sang guru mempunyai kebiasaan buruk dan itu di ketahui oleh sang murid, tidak ayal jika itu akan dijadikan referensi bagi para remaja yang lain tentang pembenaran kesalaha, dan ini dapat menjadi satu penyebab kenakalan remaja.

Sepertinya filosofi sang guru ini layak untuk di jadikan filosofi hidup, karena hampir setiap orang akan menjadi seorang ayah dan ibu yang notabenenya merupakan guru yang terdekat bagi anak-anak penerus bangsa ini. Akan sulit bagi seorang ayah untuk melarang anak remajanya untuk tidak merokok jika seorang ayahnya adalah perokok. Akan sulit bagi seorang ibu untuk mengajari anak-anak remaja untuk selalu jujur, jika dirumah sang ibu selalu berdusta kepada ayah dan lingkungannya, atau sebaliknya. jadi bagaimana mungkin orang tua melarang remaja untuk tidak nakal sementara mereka sendiri nakal?


Suatu siang saya agak miris melihat seorang remaja SMP sedang asik mengisap sebatang rokok bersama adik kelasnya yang masih di SD, itu terlihat dari seragam yang dikenakan dan usianya memang terbilang masih remaja. Siapa yang harus disalahkan dalam kasus ini. Apakah sianak remaja tersebut, sepertinya tidak adil kalau kita hanya menyalahkan si anak remaja itu saja, anak itu terlahir bagaikan selembar kertas yang masih putih, mau jadi seperti apa kelak di hari tuanya tergantung dengan tinta dan menulis apa pada selembar kertas putih itu . Orang pertama yang patut disalahkan mungkin adalah guru, baik guru yang ada di rumah ( orang tua ), di sekolah ( guru), atau pun lingkungannya hingga secara tanpa disadari mencetak para remaja tersebut untuk melakukan perbuatan yang dapat digolongkan ke dalam kenakalan remaja yang seharusnya tidak terjadi
Tanggapan dan Solusi

Menurut saya Peran orang tua yang bertanggung jawab terhadap keselamatan para remaja tentunya tidak membiarkan anaknya terlena dengan fasilitas-fasilitas yang dapat menenggelamkan si anak remaja kedalam kenakalan remaja, kontrol yang baik dengan selalu memberikan pendidikan moral dan agama yang baik diharapkan akan dapat membimbing si anak remaja ke jalan yang benar, bagaimana orang tua dapat mendidik anaknya menjadi remaja yang sholeh sedangkan orang tuanya jarang menjalankan sesuatu yang mencerminkan kesholehan, ke masjid.

Tidak mudah memang untuk menjadi seorang guru. Menjadi guru diharapkan tidak hanya didasari oleh gaji guru yang akan dinaikkan, bukan merupakan pilihan terakhir setelah tidak dapat berprofesi di bidang yang lain, tidak juga karena peluang. Selayaknya cita-cita untuk menjadi guru didasari oleh sebuah idealisme yang luhur, untuk menciptakan generasi bangsa berkualitas.
Sebaiknya Guru tidak hanya dipandang sebagai profesi saja, tetapi adalah bagian hidup dan idialisme seorang guru memang harus dijunjung setinggi-tingginya. Idealisme itu seharusnya tidak tergantikan oleh apapun termasuk uang. Namun guru adalah manusia, sekuat-kuatnya manusia bertahan dia tetaplah manusia yang juga dapat melakukan kesalahan seperti kita.

Akhir akhir ini ada berita di media masa yang sangat meruntuhkan citra sang guru adalah berita tentang pencabulan Oknum guru terhadap anak didiknya. Kalau pepatah mengatakan guru kencing bediri murid kencing berlari itu benar, berarti satu orang guru melakukan itu berapa orang murid yang lebih parah dari itu, hingga akhirnya menciptakan pola kenakalan remaja.

Gejala-gejala ini telah menunjukan kebenarannya. Kita ambil saja kasus siswa remaja mesum yang dilakukan oleh para remaja belia seperti misalnya kasus-kasus di remaja mesum di taman sari Pangkalpinang ibukota provinsi Bangka Belitung, lokasi remaja pacaran di bukit dealova pangkalpinang, dan remaja Ayam kampus yang mulai marak di tambah lagi foto-foto syur remaja SMP jebus, ini menunjukkan bahwa pepatah itu menujukkan kebenarannya.

Kerja team yang terdiri dari orang tua (sebagai guru dirumah), Guru di sekolah, dan Lingkungan harus di bentuk. diawali dengan komunikasi yang baik antara orang tua dan guru di sekolah, pertemuan yang intensif antara keduanya akan saling memberikan informasi yang sangat mendukung bagi pendidikan para remaja. Peran Lingkungan pun harus lebih peduli, dengan menganggap para remaja yang ada di lingkungannya adalah tanggung jawab bersama, tentunya lingkungan pun akan dapat memberikan informasi yang benar kepada orang tua tentang tindak tanduk si remaja tersebut dan kemudian dapat digunakan untuk mengevaluasi perkembangannya agar tidak terjebak dalam kenakalan remaja yang sekarang sedang marak terjadi.

terlihat betapa peran orang tua sangat memegang peranan penting dalam membentuk pola perilaku para remaja, setelah semua informasi tentang pertumbuhan anaknya di dapat, orang tuapun harus pandai mengelola informasi itu dengan benar agar anaknya menjadi anak yang baik.

Terlepas dari baik buruknya seorang guru nampaknya filosofi seorang guru dapat dijadikan pegangan bagi kita semua terutama bagi para orang tua untuk menangkal kenakalan remaja, mari kita bersama-sama untuk menjadi guru bagi anak-anak dan para remaja kita para remaja belia, dengan selalu memberi contoh kebenaran dan memberi dorongan untuk berbuat kebenaran. Sang guru bagi para remaja adalah Orang tua, guru sekolah dan lingkungan tempat ia di besarkan. Seandainya sang guru dapat memberi teladan yang baik mudah-mudahan generasi remaja kita akan ada di jalan yang benar dan selamat dari budaya "kenakalan remaja" yang merusak kehidupan dan masa depan para remaja.

Read more

Social Stratification and Social Mobility

Posted in Selasa, 22 November 2011
by satria


Social Stratification and  Social Mobility
Oleh   : Agung Dirga Kusuma (10413241027)
Berbicara mengenai Social Stratification and Social Mobility berkaitan erat dengan yang namanya masyarakat, mengapa saya katakan demikian. Karena yang dibahas disini adalah pelapisan sosial dan gerak sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Setiap masyarakat pasti mempunyai kedudukan di dalam lingkunganya, ada yang karena Jabatannya di dalam masyarakat, memiliki harta melimpah, keturunan bangsawan atau karena disegani berkat ilmu yang dimilikinya. Misalnya jika di suatu masyarakat tertentu yang sangat menghargai kekayaan materiil dari pada hal lainnya, maka siapa saja mereka yang mempunyai kekayaan materiil  akan menempati kedudukan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pihak lain dan mereka yang menduduki lapisan yang lebih rendah bisa melakukan mobilisasi vertikal ke atas untuk bisa naik ke lapisan yang lebih tinggi. Oke saya kan bahas satu per satu. J
A.  Social Stratification
Social Startification atau yang sering disebut stratifikasi sosial(pelapisan sosial) adalah pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara Hierarkis).
Timbulnya Pelapisan sosial itu sendiri bisa karena adanya sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu, sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem lapisan dalam masyarakat itu. sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat dapat berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama atau mungkin juga keturunan yang terhormat.
Ada dua tipe sistem lapisan sosial yaitu sistem pelapisan sosial yang terjadi dengan sendirinya dan sistem lapisan sosial yang sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Adapun alasan mengapa terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat seorang kepala masyarakat, dan mungkin juga harta dalam batas-batas tertentu. Sedangkan alasan terbentuknya lapisan sosial yang sengaa disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama adalah adanya pembagian kekuasaan dan wewenang resmi dalam organisasi-organisasi formal, seperti pemerintahan, perusahaan, partai politik, angkatan bersenjata atau perkumpulan
Sifat Lapisan Sosial dalam Masyarakat
1.     Tertutup (closed social Stratification)
Sistem lapisan sosial tertutup tidak memungkinkan pindahnya seseorang dari satu lapisan ke lapisan yang lain, baik gerak pindahnya itu keatas atau kebawah. Di dalam sistem yang demikian, satu-satunya jalan untuk masuk menjadi anggota suatu lapisan dalam masyarakat adalah kelahiran. Contohnya pada masyarakat India yang mempunyai kasta dan juga dapat kita lihat di masyarakat Bali.
2.    Terbuka (open social stratification)
Salam sistem ini, setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapan sendiri untuk naik lapisan atau bagi mereka yang tidak beruntung, bisa jatuh dari lapisan yang atas ke lapisan di bawahnya.
Kelas Sosial (social class)
Kelas sosial adalah semua orang dan keluarga yang sadar akan kedudukannya di dalam suatu lapisan, sedangkan kedudukan mereka itu diketahui serta diakui oleh mesyarakat umum.
Pendapat mengenai kelas Menurut Max Weber
>        Membuat perbedaan antara dasar-dasar ekonomis dan dasar-dasar kedudukan sosial, dan tetap menggunakan istilah kelas terhadap semua lapisan. Adanya kelas yang bersifat ekonomis dibaginya lagi dalam kelas yang bersandarkan atas pemilikan tanah dan benda-benda, serta kelas yang bergerak dalam bidang ekonomi dengan menggunakan kecakapannya. Adanya golongan yang mendapat kehormatan khusus dari masyarakat dan dinamakannya stand.
Ukuran-ukuran yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota masyarakat kedalam lapisan-lapisan adalah :
1.     Ukuran kekayaan
2.    Ukuran kekuasaan
3.    Ukuran kehormatan
4.    Ukuran ilmu pengetahuan
Unsur-unsur baku dalam sistem lapisan sosial dalam masyarakat adalah sebagai berikut :
1.     Kedudukan ( status)
-          Azcribed status (diperoleh karena kelahiran)
-          Achieved status (diperoleh dengan usaha)
-          Assigned status (diperoleh dari pemberian penghargaan atas jasa)
2.    Peranan (role)

Contoh Stratifikasi sosial pada masyarakat Palembang :
            Di Palembang, Sumatera Selatan terdapat pemukiman masyrakat yang masih memiliki garis keturunan bangsawan, Kesultanan Palmebang. Cikal bakal mereka diduga dari bangsawan-bangsawan kerajaan Majapahit sehingga jumlah kata dalam bahasa komunikasi memiliki kesamaan. Elite tradisional yang masih terdapat di Palembang membentuk masyarakat dengan stratifikasi sosial yang didasrakan atas tingkat kebangsawanannya, seperti Raden, Mas Agus, Ki Agus, dan Kemas untuk bangsawan laki-laki. Sedangkan untuk gelar kebangsawanan wanita, yaitu Raden Ayu, Mas Ayu, Nyi Ayu, dan Nyi  Mas. Disamping itu terdapat kelas rakyat jelata yang sering memekai sebutan Si. 
Dalam stratifikasi sosial, raden sebgai bangsawan tertinggi dan sekaligus kelas penguasa yang dalam menjalankan tugas sehari-hari dibantu oleh Mas Augus dan Mas Ayu. Sedangkan Ki Agus sebagai penasehat kelas penguasa atau Rade dan Kemas sebagai tentara atau bodyguard, denga persenjataan keris, pedang, dan tombak. Untuk kelompok rakyat jelata sebagai pekerja, pembantu, petani dan pedagang. Pada zaman Belanda, golongan bangsawan yang bergelar Radenmendapat
perhatian, dengan hidup enak dan fasilitas tercukupi. Mereka mnedapat tunjangan dari pemerintah, kemudahan kerja, dan pendidikan. Oleh sebab itu mereka tidak mau membaur dengan masyarakat kelas bawah atau rakyar jelata. Namun demikian setelah kemerdekaan Indonesia, yang dibarengi perubahan sosial, mereka mulai mengelompok di lokasi tertentu. Pusat pemukiman mereka tedapat di 19 Ilir, 28 Ilir yang sering di sebut Depaten Lama atau Sekanak. Sedangkan pemukiman lain didaerah 24 Ilir yang sering disebut daerah Kebon Duku.


Stratifikasi Sosial Masyarakat Adat di Ternate

Sumber dari : Busranto Abdullatif Doa, S.Pd

Dahulu, masyarakat Ternate terbagi dalam Strata Sosial yang masih bersifat tradisional dan cenderung ke arah monarkis. Meskipun penggolongan masyarakat tidak setajam serperti adanya kasta-kasta dalam struktur Sosial-Feodal, namun terdapat penggolongan yang bertolak atas dasar keturunan. Dengan demikian pembagian masyarakat tradisional di Ternate tidak bersifat fungsional. Adapun stratifikasi sosial masyarakat adat di Ternate terbagi atas :

1. Golongan JOU.
Yaitu Golongan Istana, yang terdiri dari Sultan dan keluarganya, sampai tiga turunan satu garis lurus langsung. Sebutan terhadap kedua golongan ini, misalnya ; Jou Kolano (Yang Mulia Sultan) dengan nama kebesaran ; Paduka Sri Sultan Said ul-Biladi Siraj ul-Mulki Amir ud-dini Maulana as-Sultan (……nama sultan……). Sedangkan sebutan untuk permaisuri Sultan : Jo-Boki, (singkatan dari kata Jou ma-Boki), Sebutan untuk anak putra Sultan : Kaicili Putra, dan Boki Putri (Putri Sultan).

2. Golongan DANO.
Yaitu Golongan Keluarga Cucu Sultan dan anak-anak yang dilahirkan dari putri sultan dengan orang dari luar lingkungan istana/masyarakat biasa, juga termasuk keturunan dari kakak maupun adik kandung sang Sultan.
Penutup kepala pejabat kesultanan (Kapita/Fanyira)

3. Golongan BALA.
Golongan ini sering disebut dengan (Bala Kusu se-Kano-Kano), yaitu mereka yang berada di luar kedua golongan di atas, (rakyat biasa).
Penutup kepala khas Golongan Bala/Rakyat (Tuala Kuraci)

Untuk membedakan antara ketiga golongan tersebut, secara nyata dalam keseharian masyarakat adat di Ternate bisa dilihat dari penutup kepala yang digunakan pada pelaksanaan acara-acara adat baik seremonial maupun ritual.

B.  Social Mobility
Gerak sosial(social mobility) adalah gerak dalam struktur sosial, yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dalam kelompok itu dan hubungan antara individu dan kelompoknya.
Tipe-tipe gerak sosial yang prinsipil ada dua macam :
1.     Horizontal, yaitu bila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari satu kelompok sosial yang satu ke kelompok sosial lainnya yang sederajat
2.    Vertical, yaitu bila individu atau objek sosial lainnya berpindah dari satu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Sesuai dengan arahnya, maka terdapat dua jenis gerak sosial yang vertikal, yaitu yang naik (social climbing) dan yang turun (social sinking).

Beberapa contoh mobilitas sosial :
1.     Pak Teguh adalah seorang guru di SMA Negeri 4 Pagaralam, dia mempunyai anak laki-laki yang sekarang sudah menjadi Dosen di STKIP Muhammadiyah Pagaralam. Ini merupakan contoh mobilitas vertikal ke atas antar generasi.
2.    Bu Rodiah adalah seorang Ibu penjual sate keliling tamatan SMA, kondisi ekonominya sangat sulit. Akibatnya ibu Rodiah hanya bisa menyekolahkan anaknya sampai tamatan SD. Ini merupakan contoh mobilitas vertikal menurun.
3.    Bang Agus adalah seorang petani karet, dia juga mempunyai anak yang menjadi petani karet di daerah lain. Ini merupakan contoh mobilitas horizontal.

Referensi diambil dari buku (SOSIOLOGI SUATU PENGANTAR) Soerjono Soekamto.

Read more

Puisi "Negeri Malam Dalam Sejarah"

Posted in
by satria



NEGERI MALAM DALAM SEJARAH
Oleh : Agung Dirga Kusuma

Rasa gula perlahan pahit
Gambar masa lalu perlahan hilang
Makna nikmat kata merdeka hanya di ujung lidah
Seolah lupa di negeri para tersangka

Derita di bawah rezim orde lama
Awal tangisan anak negeri
Hitam bangsaku raja catatan kelam
Darah berceceran di bumi pertiwi

Kebohongan terencana
Kepalsuan citra
Pemutarbalikan fakta
Jadi  sejarah pelangi bangsaku
Sadarlah!
Mereka yang reformasi  mesti teriak “hidup reformasi”
Mereka yang terlibat KKN malah teriak “berantas KKN”
Mereka yang terlibat pelanggaran HAM
Ikut atur jalannya bangsaku.

Mental busuk tengah gerakan reformasi
Kebebasan sebagai mainan politik
Reformasi sarang penyamun
Goresan hitam bangsaku

Pemuda bangkit jadi pelipur bangsa
Semangat berkobar
Jadi api dilawan api
Demokrasi setengah hati

Berkaca lebar hanya kepala
Tak lihat kaki menapak bumi
Acuh melihat garuda merintih
Seolah tak melihat sejarah pertiwi

Wahai penerus pertiwi
Hilangkan lupa di dalam negeri
Ingatkan sejarah penuh di hati
Demokrasi sepenuh hati

Read more

Sejarah dan Pendidikan

Posted in
by satria

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sejarah merupakan suatu studi yang berusaha untuk mendapatkan pengertian tentang segala sesuatu yang telah dialami oleh manusia dimasa lampau yang bukti- buktinya masih bisa ditelusuri atau ditemukan dimasa sekarang. Salah satu guna sejarah adalah sebagai guna edukatif dimana menyadari makna sejarah sebagai masa lampau yang penuh arti , yang selanjutnya berarti bahwa kita bisa mengambil dari sejarah nilai- nilai berupa ide- ide maupun konsep- konsep kretif sebagai sumber motivasi bagi pemecahan masalah- masalah pada masa kini dan selanjutnya untuk merealisir harapan- harapan dimasa datang. Itu sebabnya sejarah berhubungan dengan pendidikan yang mana sejarah hakekatnya yang memberikan bahan – bahan bagi berjalannya proses pengembangan daya – daya manusia yang menjadi inti pokok dari pendidikan tersebut.

2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidikan?
2. Bagaimana sejarah dalam perspektif pendidikan?

3. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini untuk mengkaji apa arti pendidikan, serta mengkaji bagaimana sejarah dalam perspektif pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam perspektif nasional, seperti ditegaskan oleh Ki Hajar Dewantara, dimaksudkan sebagai “ Pendidikan yang beralaskan garis hidup dari bangsanya dan ditujukan untuk keperluan perikehidupan yang dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja bersama- sama dengan lain- lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia diseluruh dunia”.
Mengenai pengertian pendidikan itu sendiri, oleh Soegarda Poerkawatja antara lain dirumuskan sebagai :
Semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta ketrampilan (cultuurroververdracht) kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya jasmaniah maupun rohaniah serta mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.
Dengan singkat pendidikan dirumuskan oleh Simandjoentak sebagai “ tindakan yang dengan sengaja dilaksanakan untuk membawa anak itu kearah yang dikehendaki”
Pendekatan kultural yang terkandung dalam pengertian seperti ini mengacu terutama pada peranan pendidikan sebagai unsur pokok dari proses dasar dalam kehidupan manusia, yaitu sosialisasi dan ekulturasi yang pada pokoknya adalah proses pewarisan / penurunan nilai- nilai sosial kultural pada individu- individu anggota kelompok dalam rangka penyesuaian / pengintegrasian individu dalam kelompok.
2. Sejarah dalam perspektif pendidikan
a. Masa lampau dan pewarisan nilai
Dari gambaran diatas terlihat hubungan antara pendidikan dengan masa lampau, yakni yang berkisar di sekitar nilai- nilai, dalam hal ini nilai- nilai yang berkembang pada generasi terdahulu yang perlu diwariskan pada generasi terdahulu yang perlu diwariskan pada generasi masa kini, bukan saja untuk pengintegrasian individu kedalam kelompok, tapi lebih dari pada itu, sebagai bekal kekuatan menghadapi masa kini dan bahkan juga masa yang akan datang. Lebih- lebih jika kita menyadari tujuan pendidikan nasional kita, yang pada dasarnya ingin mengembangkan diri maupun bangsanya serta lingkungannya serta terbinanya hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok , dengan alam dan Tuhan YME.
Mengembangkan manusia seperti digambarkan di atas dengan sendirinya memerlukan sarana motivasi yang kuat sebagai faktor penggerak dari dalam manusia sendiri. Dan apa yang kita katakan sarana motivasi yang bersifat kejiwaan itu tidak lain sesungguhnya yang sering kita sebut nilai – nilai, dalam hal ini nilai – nilai masa lampau yang telah teruji oleh jaman. Berbicara tentang nilai – nilai masa lampau, pada hakeketnya membicarakan tentang sejarah. Sejarah sebagai memori pada seorang individu, maka dari itu sejarah pada hakekatnya menjalakankan fungsi sejarah yaitu mengabadikan pengalaman – pengalaman masyarakat pada masa lampau dalam bentuk cerita, yang mula – mula bersifat cerita lisan dan kemudian berkembang menjadi cerita tertulis yang kritis.
Demikianlah, kalau tadi dikatakan bahwa pendidikan adalah usaha mengembangkan daya – daya manusia berarti menyadari kemampuan manusia dan kita tahu kemampuan kita apabila telah melakukan sesuatu atau tegasnya dari apa yang telah kita lakukan atau secara lebih luasnya dari masa lampau kita.
Apabila pendidikan dianggap sebagai suatu usaha bahkan sebagai suatu investasi dalam rangka mencapai suatu tujuan nasional, maka sejarah adalah sumber kekuatan untuk menggerakan usaha atau investasi tersebut. Semakin kita menyadari nilai sejarah semakin kita mempu yai kekuatan untuk menumbuhkan sifat/ watak / kemampuan yang diinginkan.
R.B.Perry mengatakan bahwa: “ melalui pendidikan manusia mendapatkan unsur – unsur peradaban masa lampau, dan memungkinkan baik untuk mengambil peranan dalam peradaban masa kini maupun untuk membentuk peradaban dimasa yang akan datang”.
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa dimana proses pendidikan tidak bisa berjalan tanpa dukungan sejarah, karena sejarahlah hakekatnya yang memberikan bahan – bahan bagi berjalannya proses pengenbangan daya – daya manusia yang menjadi inti pokok dari pendidikan tersebut.
b. Pewarisan nilai dan kesadaran sejarah
Sejarah tidak dengan sendirinya akan berfungsi bagi proses pendidikaan yang menjurus kearah penumbuhan dan pengembangan karakter bangsa. Boleh dikatakan ada suatu syarat untuk menjadikan sejarah ada dalam posisi yang fungsional dalam perspektif pendidikan. Syarat tersebut adalah kesadaran sejarah. Karena bisa dikatakan bahwa kesadaran sejarah yang menyangkut kondisi kejiwaan yang menunjukan tingkat penghayatan pada makna dan hakekat sejarah bagi masa kini dan masa yang akan datang menjadi dasar pokok bagi berfungsinya makna sejarah dalam perspektif pendidikan.
















BAB III
KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Perspektif sejarah melihat masa kini tidak terlepas dari masa lampau dan identitasnya. Sebaliknya, gambaran masa lampau ditentukan oleh pandangan masa kini. Masih banyak kiranya usaha-usaha atau cara-cara yang bisa ditempuh dalam menumbuhkan kesadaran sejarah tersebut, tapi yang penting dalam hal ini adalah sifat komunikatif dari media tersebut, disamping cara pengungkapannya yang merangsang bagi sentuhan ke peristiwa masa silam.
2. Saran
Kami selaku penyusun makalah ini menyadari masih banyak kekurangan di sana-sini dalam menyajikan materi, hal ini di karenakan kami masih dalam tahap pembelajaran, kami rasa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna melengkapi makalah kami.





DAFTAR PUSTAKA
IG Widja, 1988, Pengantar Ilmu Sejarah-sejarah Dalam Perspektif Pendidikan, Semarang : Satya Wacana
Kartodirdjo Sartono, 1993, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta : Gramedia

Read more

Manusia dan Budaya

Posted in
by satria


BAB I Pendahuluan

 A. LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang.
Manusia  harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan berkesinambungan, agar hasil dari pendidikan –yakni kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat.
Pendidikan sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator” terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya. 
B. RUMUSAN MASALAH
  1. Hakekat Manusia dan Budaya
  2. Budaya sebagai system gagasan
  3. Perwujudan Kebudayaan
  4. Subtansi budaya
  5. Manusia sebagai makhluk Budaya


BAB II PEMBAHASAN
Hakekat Manusia Dan Budaya
A. Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, atau makhluk yang berakal budi. Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Dalam hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan. Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh karena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari lingkungan. 
B. Pengertian Budaya
Kata budaya merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Definisi budaya dalam pandangan ahli :
E.B. Taylor: 1871 berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan Linton: 1940, mengartikan budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.
Lain halnya dengan Koentjaraningrat: 1979 yang mengatikan budaya dengan: Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan definisi para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa unsur belajar merupakan hal terpenting dalam tindakan manusia yang berkebudayaan. Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar.
Dari kerangka tersebut diatas tampak jelas benang merah yang menghubungkan antara pendidikan dan kebudayaan. Dimana budaya lahir melalui proses belajar yang merupakan kegiatan inti dalam dunia pendidikan.
Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu :
1. wujud pikiran, gagasan, ide-ide, norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama dari kebudayaan ini bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing anggota masyarakat di tempat kebudayaan itu hidup;
2. aktifitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat kelakuan. Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret;
3. Wujud fisik, merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat.

Budaya sebagai Sistem gagasan
Budaya sebagai sistem gagasan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto, karena berada di dalam alam pikiran atau perkataan seseorang. Terkecuali bila gagasan itu dituliskan dalam karangan buku.
Budaya sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku. Seperti apa yang dikatakan Kluckhohn dan Kelly bahwa “Budaya berupa rancangan hidup” maka budaya terdahulu itu merupakan gagasan prima yang kita warisi melalui proses belajar dan menjadi sikap prilaku manusia berikutnya yang kita sebut sebagai nilai budaya.
Jadi, nilai budaya adalah “gagasan” yang menjadi sumber sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat kita lihat, kita rasakan dalam sistem kemasyarakatan atau sistem kekerabatan yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat. Hal ini akan lebih nyata kita lihat dalam hubungan antara manusia sebagai individu lainnya maupun dengan kelompok dan lingkungannya.

Perwujudan kebudayaan
JJ. Hogman dalam bukunya “The World of Man” membagi budaya dalam tiga wujud yaitu: ideas, activities, dan artifacts. Sedangkan Koencaraningrat, dalam buku “Pengantar Antropologi” menggolongkan wujud budaya menjadi:
a. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
b. Sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
c. Sebagai benda-benda hasil karya manusia
Berdasarkan penggolongan wujud budaya di atas kita dapat mengelompokkan budaya menjadi dua, yaitu: Budaya yang bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret.

SUBSTANSI UTAMA BUDAYA
Substansi utama budaya adalah sistem pengetahuan, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. Tiga unsur yang terpenting adalah sistem pengetahuan, nilai, dan pandangan hidup.
1. Sistem Pengetahuan
Para ahli menyadari bahwa masing-masing suku bangsa di dunia memiliki sistem pengetahuan tentang:
·         Alam sekitar
·         Alam flora dan fauna
·         Zat-zat
·         manusia
·         Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia
·         Ruang dan waktu.
Unsur-usur dalam pengetahuan inilah yang sebenarnya menjadi materi pokok dalam dunia pendidikan di seluruh dunia.
2. Nilai
Menilai berarti menimbang, yaitu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat menentukan sesuatu berguna atau tidak berguna, benar atau salah, baik atau buruk, religius atau sekuler, sehubungan dengan cipta, rasa dan karsa manusia.
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama). Prof. Dr. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga bagian yaitu:
- Nilai material, yaitu segala sesuatu (materi) yang berguna bagi manusia.
- Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas
- Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang bisa berguna bagi rohani manusia.
3. Pandangan Hidup
Pandangan hidup adalah suatu nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dan dipilih secara selektif oleh individu, kelompok atau suatu bangsa. Pandangan hidup suatu bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya, dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa manusia sebagai makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi. Karena manusia diciptakan untuk menjadi khalifah.
Oleh karena itu manusia harus menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan kekhalifahannya disamping tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki. Masalah moral adalah yang terpenting.
Akhlak merupakan penyebab punahnya suatu bangsa, dikarenakan jika akhlak suatu bangsa sudah terabaikan, maka peradaban dan budaya bangsa tersebut akan hancur dengan sendirinya. Oleh karena itu untuk menjadi manusia yang berbudaya, harus memiliki ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak yang tinggi (tata nilai budaya) sebagai suatu kesinambungan yang saling bersinergi.
Hommes mengemukakan bahwa, informasi IPTEK yang bersumber dari sesuatu masyarakat lain tak dapat lepas dari landasan budaya masyarakat yang membentuk informasi tersebut. Karenanya di tiap informasi IPTEK selalu terkandung isyarat-isyarat budaya masyarakat asalnya. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa, karena perbedaan-perbedaan tata nilai budaya dari masyarakat pengguna dan masyarakat asal teknologinya, isyarat-isyarat tersebut dapat diartikan lain oleh masyarakat penerimanya.
Disinilah peran manusia sebagai makhluk yang diberi kelebihan dalam segala hal, untuk dapat memanfaatkan segala fasilitas yang disediakan melalui alam ini. Sehingga dengan alam tersebut manusia dapat membentuk suatu kebudayaan yang bermartabat dan bernilai tinggi. Namun perlu digaris bawahi bahwa setiap kebudayaan akan bernilai tatkala manusia sebagai masyarakat mampu melaksanakan norma-norma yang ada sesuai dengan tata aturan agama.












BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan



B.     Saran
Kami selaku penyusun makalah ini menyadari masih banyak kekurangan di sana-sini dalam menyajikan materi, hal ini di karenakan kami masih dalam tahap pembelajaran, kami rasa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna melengkapi makalah kami.











DAFTAR PUSTAKA

A.A. Sitompul, Manusia dan Budaya, Jakarta: Gunung Mulia, 1993
 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Jambatan, 1975

Read more

Recent Posts

Recent Comments

Subscribe

Subscribe by Email
Diberdayakan oleh Blogger.

Sosiologi

masa depanku adalah sosiologi..

Featured Posts

Copyright 2010 @ Sahabat Ilmiah Sosiologi